Follow Us

Tolak Sogokan 25 Miliar Rupiah dari Pemerintah, Keluarga Petani Ini Bertahan Hidup Selama 20 Tahun di Dalam Bandara

Cecilia Ardisty - Sabtu, 22 Agustus 2020 | 07:00
Petani yang tetap bertahan hidup di lahan Bandara Narita
Tangkap Layar YouTube BBC

Petani yang tetap bertahan hidup di lahan Bandara Narita

Tolak Sogokan 2,5 Miliar Rupiah dari Pemerintah, Keluarga Petani Ini Bertahan Hidup Selama 20 Tahun di Dalam Bandara

GridHITS.id - Setiap orang tidak ada yang mau diusir dari tanah kelahirannya karena projek pemerintah.

Salah satunya keluarga Takao Shito yang tetap bertahan sampai sekarang bertani di wilayah Bandara Narita, Jepang.

Lantas, bagaimana perjuangan keluarga Takao Shito mempertahankan tanah kelahirannya bahkan menolak miliaran uang dari pemerintah?

Baca Juga: Cerdik Bukan Main, Atur Strategi Lawan Kekejaman Masa Perbudakan Romusha Sultan Hamengkubuwono IX Mampu Kelabui Jepang Dengan Cara Ini

Baca Juga: Kibarkan Bendera Kemenangan, Jepang Sudah Mulai Terapkan New Normal Setelah Kalahkan Covid-19

Keluarga Takao Shito telah bertani sayuran di ladang yang sama selama lebih dari 100 tahun. Kakeknya adalah petani, ayahnya juga, dan kini dia turut meneruskan pekerjaan sebagai petani.

Namun ada beberapa hal yang seikit membedakan dia dengan pendahulunya.

Dahulu, lahan pertanian Takao adalah bagian dari sebuah desa dengan 30 keluarga yang dikelilingi oleh ladang terbuka sebagaimana dilansir dari Oddity Central, Selasa (18/8/2020).

Namun kini, desa tersebut disulap menjadi sebuah bandar udara (bandara) terbesar kedua di Jepang, Bandara Narita di Prefektur Chiba, Jepang.

Tidak ada peninggalan yang tersisa dari 30 keluarga tersebut di desa itu, kecuali lahan pertanian dan rumah Shito.

Pesawat terbang di atas kepalanya 24 jam sehari dan satu-satunya cara untuk keluar dari lahannya adalah dengan melalui terowongan bawah tanah.

Dia telah berjuang untuk mempertahankan tanahnya selama lebih dari 20 tahun dan bahkan menolak tawaran lebih dari 1,7 juta dollar AS (Rp 25 miliar) untuk tanahnya.

Baca Juga: Keserakahan itu Kena Getahnya! Ingin Cepat Kaya Raya, Mafia ini Jejali Pesawat Kecil Tujuan Indonesia dengan Narkoba Seberat 500 Kg Hingga Akhirnya Terjatuh karena Kelebihan Beban

Baca Juga: Dikabarkan Raffi Ahmad Terciduk Berciuman dengan Ayu Ting Ting di Pesawat Saat Pergi Berdua ke Luar Negeri, Amy Qanita Langsung Angkat Bicara : Terserah

“Ini adalah tanah yang digarap oleh tiga generasi selama hampir satu abad, oleh kakek saya, ayah saya dan saya sendiri. Saya ingin terus tinggal di sini dan bertani,” kata Shito kepada AFP, beberapa tahun lalu.

Ayah Takao, Toichi, adalah salah satu petani yang dengan gigih menolak rencana pemerintah untuk memperluas Bandara Narita sejak dekade 1970-an.

Sebagian besar petani lain di daerah itu telah diyakinkan untuk menjual tanah mereka dengan uang yang cukup banyak, tetapi Toichi Shito tidak mau mengalah hanya demi uang.

Keyakinannya yang gigih menular ke anaknya, Takao, yang saat itu masih kecil.

Bahkan ketika Toichi meninggal pada usia 84 tahun, Takao berhenti dari pekerjaannya di bisnis restoran dan kembali ke pertanian keluarga untuk melanjutkan perjuangan ayahnya.

Kehidupannya juga tidak mudah. Takao terus-menerus terlibat dalam perselisihan hukum untuk menghentikan pihak berwenang secara paksa mengusirnya dari tanahnya.

Tentu saja itu melelahkan, begitu juga dengan bertani itu sendiri. Tapi dia tidak berniat untuk mundur sejengkal pun.

Perjuangannya telah menjadi simbol hak-hak sipil.

Ratusan sukarelawan dan aktivis bersatu mendukungnya selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Merinding! Usai Tepat Prediksi Wabah Corona 10 Bulan Silam, Abhigya Anand Ungkap Ramalan Mengerikan Usai Pandemi Berakhir : Dunia Alami Krisis Pertanian Hingga Banyak Terjadi Kelaparan dan Kehancuran

Baca Juga: Bak Ledakan Hiroshima Akibat Bom Atom! Tumpukan Pupuk Pertanian 2700 Ton itu Meledak dan Hancurkan Bangunan Sejauh 10 KM, Simak Fakta Kedahsyatannya

Takao menyatakan dia pernah diiming-imingi uang tunai yang sangat besar dengan catatan dia harus meninggalkan tanahnya tersebut.

“Mereka menawari saya 180 juta yen (1,7 dollar AS atau Rp 25 miliar). Itu setara dengan gaji seorang petani selama 150 tahun. Saya tidak tertarik dengan uang, saya ingin terus bertani. Saya tidak pernah berpikir untuk pergi," kata dia kepada BBC.

Bandara Narita melayani sekitar 40 juta penumpang dan 250.000 penerbangan dalam setahun.

Dua landasan pacu bandara itu kedua seharusnya melewati tanah Takao Shito. Tetapi karena Takao berkukuh tidak menjual tanahnya, landasan pacu bandara itu harus didesain sedemikian rupa.

Menurut sebuah artikel oleh Answer Coalition, Pengadilan Lokal Chiba mengumumkan keputusan yang tidak adil yang memungkinkan eksekusi wajib atas tanah Takao pada 20 Desember 2018.

Baca Juga: Sang Istri Sempat Hampir Ditipu Saat Jual Istana Cinere, Anang Hermansyah Dibuat Kesal Ketika Ashanty Beli Tanah Tanpa Izin

Baca Juga: Kisah Nyata! Anak Sapi Berkepala Dua dan Bermata Empat yang Baru Lahir dan Terkulai di Tanah Ini Bikin Warga Probolinggo Syok Sampai Jadi Tontonan

Tetapi keesokan harinya, Takao memenangkan keputusan pengadilan lain yang memerintahkan penghentian sementara proses eksekusi sampai persidangan di Pengadilan Tinggi Tokyo dimulai tahun berikutnya.

Takao Shito masih merawat pertanian organiknya di tengah Bandara Narita, dan menjual hasil bumi segar kepada sekitar 400 pelanggan. Bahkan, pandemi Covid-19 tidak berdampak negatif terhadap perekonomiannya.

Sebaliknya, pandemi virus corona membuat penerbangan di Bandara Narita tidak beroperasi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Seorang Petani yang “Ngeyel” Bertani dan Tinggal di Dalam Bandara Selama 20 Tahun Lebih"

Source : Kompas.com

Editor : Hits

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular