Suasana Makin Panas Gara-gara Omnibus Law RUU Cipta Kerja Disahkan Jadi UU, Menaker Ida Fauziyah Jadi Penengah: Justru Memberikan Perlindungan Kepada Pekerja
GridHITS.id - Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU membuat geger para buruh.
Pasalnya, banyak poin yang diklaim merugikan para buruh dan menguntungkan para investor.
Para buruh dan mahasiswa berontak, hari ini Kamis (08/10) banyak yang mengadakan aksi turun ke jalan.
Di berbagai daerah, para buruh sudah muali melakukan mogok kerja besar-besaran terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Dilansir dari GridHITS.id setidaknya ada 7 poin yang membuat para buruh naik pitam dan akan melakukan demo nasional pada 6-8 Oktober 2020.
1. UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.
2. Pengurangan pesangon jadi 25 kali upah bulanan.
3. Perjanjian PKWT.
4. Sistem outsourcing.
5. Cuti haid dan melahirkan hilang.
6. Hak cuti panjang dihilangkan.
7. Status outsourcing seumur hidup.
Terkait soal status PKWT pada buruh atau perjanjian kerja waktu tertentu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meluruskan apa yang dipahami orang di luar sana.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah coba meluruskan isi dari Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang selama ini informasinya simpang siur.
"Beberapa hal terjadi pemelintiran isi dari undang-undang klaster ketenagakerjaan. Yang pertama tentang Undang-Undang Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja," katanya dalam konfrensi pers Penjelasan UU Cipta Kerja secara daring, Rabu (7/10/2020).
Menaker Ida Fauziyah memaparkan bahwa Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja mengatur PKWT, upahnya dan pesangonnya.
"Jadi ketentuan syarat-syarat itu tetap diatur sebagaimana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU No. 13 Tahun 2003 yaitu adalah justru memberikan perlindungan kepada pekerja PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT," katanya.
Kemudian, kata Ida, syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan.
Bahkan, lanjut dia Undang-Undang Cipta Kerja memasukkan prinsip perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang objek pekerjaannya masih ada.
Hal Ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27 Tahun 2011.
Di samping itu, dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, Undang-Undang Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam sistem online single submission (OSS).
"Jadi bisa terkontrol dan selama ini mungkin ada banyak perusahaan outsourcing yang tidak terdaftar maka dengan undang-undang ini pengawasan kita bisa lakukan dengan baik karena harus terdaftar dalam sistem OSS," ujarnya.
Lebih lanjut kata Menaker, ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat juga diungkapkan banyak terjadi distorsi.
Dijelaskan, waktu kerja pekerja/buruh, tetap diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.
"Ini kenapa diatur. Jadi undang-undang yang eksis tetap ada, tetapi kita mengakomodir tuntutan perlindungan bagi pekerja atau buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu yang di era ekonomi digital saat ini berkembang sangat dinamis seperti yang disampaikan oleh Pak Menko (Perekonomian) tadi. Jadi, kita benar-benar mengakomodasi kondisi ketenagakerjaan akibat adanya berkembang begitu cepatnya ekonomi digital," jelas Ida.