Manfaat vitamin D yakni untuk meningkatkan imunitas, dosis vitamin D yang diperlukan pada anak sekitar 400IU sampai 600IU, sedangkan pada orang dewasa juga rata-rata sekitar 600 IU.Dosis konsumsi vitamin D
Baca Juga: Catat! Inilah Daftar Vitamin yang Wajib Anda Siapkan Saat Isolasi Mandiri karena Positif Covid-19
Vitamin D dengan berbagai dosis kini banyak diburu, tak hanya oleh mereka yang sedang sakit, tetapi juga yang sehat, dari dosis 400IU hingga 5000IU.
Terutama sejak pandemi Covid-19 semakin meluas dan angka penularan terus meningkat, banyak orang yang mulai memburu berbagai suplemen makanan, vitamin dan obat, sebagai upaya untuk mencegah infeksi Covid-19.
Lantas, berapakah dosis vitamin D yang seharusnya dikonsumsi? Prof Zullies menjelaskan kebutuhan vitamin D pada orang yang sehat dan orang yang sedang sakit, khususnya mereka yang terkena Covid-19, tentu berbeda.
Untuk menjaga kesehatan dan imun tubuh, dosis vitamin D yang disarankan per hari yakni antara 400IU hingga 1000IU.Sebab, asupan vitamin D tak hanya diperoleh dari suplemen tambahan, tetapi juga dari makanan sehat yang kita konsumsi.
Namun, berbeda pada orang sedang sakit, terutama mereka yang sedang terinfeksi Covid-19. Dosis vitamin yang diberikan atau disarankan juga berbeda.
Vitamin D yang dikonsumsi untuk memulihkan imun atau kesehatan pada kelompok ini, kata Prof Zullies, bisa mencapai 5000IU atau lebih.
"Pada dasarnya, vitamin D tambahan relatif aman dikonsumsi setiap hari, untuk dosis sekitar 400IU. Namun, untuk dosis yang lebih tinggi, sebaiknya tidak dikonsumsi untuk waktu yang lama," jelas Prof Zullies. Batas toleransi vitamin D yang dikonsumsi yakni 10.000IU per hari, masih tidak masalah.Akan tetapi, kata Prof Zullies, tidak disarankan mengonsumsi vitamin D hingga 40.000IU per hari.
Sebab, dengan dosis vitamin setinggi itu, dapat menyebabkan keracunan.
"Vitamin D itu larut dalam lemak, jika dosisnya terlalu tinggi maka itu akan sulit dieliminasi dalam tubuh. Sama dengan vitamin C yang larut dalam air, jika terlalu banyak akan dikeluarkan melalui urin, dan bisa terdeposit terlalu lama dalam tubuh," papar Prof Zullies.