Reaktif Rapid Test Bukan Penentu Positif Virus Corona, Ahli Ungkap Tes Inilah yang Bisa Pastikan Manusia Terjangkit Covid-19
GridHits.id - Ahli sebut reaktif rapid test bukan penentu positif virus corona.
Lebih lanjut, ahli justru mengungkap tes lain yang bisa pastikan seseorang benar terjangkit virus corona.
Seperti kita ketahui bersama, virus corona hingga kini masih menjadi momok di seluruh dunia, termasuk di Tanah Air.
Di tengah pandemi viruscorona, kebakaran melanda permukiman warga di Tanjung Priok belum lama ini.
Baca Juga: Tak Perlu Keluarkan Uang Sepeserpun, Rapid Test Corona Gratis dan Tak Butuh Rujukan dari Puskesmas
Salah seorang warga yang mengungsi tiba-tiba mengungkapkan hasil rapid testCovid-19 yang menunjukkan reaktif, saat petugas puskesmas setempat melakukan pemeriksaan kesehatan.
Lantas, apa itu reaktif rapid test Covid-19 dan apakah orang tersebut positif corona?
Menjawab hal itu, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH menegaskan reaktif rapid test, belum tentu positif virus corona.
" Reaktif belum tentu infeksius, belum tentu orang itu sakit," kata dr Panji saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/6/2020).
Oleh sebab itu, kata dia, untuk memastikan seseorang positif terjangkit virus corona baru, SARS-CoV-2 atau tidak, adalah dengan melakukan tes PCR yakni dengan metode swab saluran pernapasan seperti hidung.
Tes PCR dilakukan untuk memastikan apakah virus menjangkit atau menginfeksi seseorang.
"Apalagi bila orang tersebut tidak bergejala (tidak menunjukkan gejala sakit)," jelas dr Panji.
Sebelumnya, seorang wanita berusia 45 tahun, warga pengungsi kebakaran di Tanjung Priok melakukan rapid test di sebuah rumah sakit.
Hasilnya, menunjukkan reaktif dan pasien tersebut oleh rumah sakit bersangkutan diminta untuk melapor ke puskesmas tempatnya tinggal.
Namun, ternyata rekomendasi rumah sakit tak dilakukan pasien, hingga dia mengungsi pascakebakaran.
Lebih lanjut dr Panji menjelaskan, kemungkinan besar rapid test Covid-19 yang dijalani wanita tersebut adalah untuk memeriksa antibodi.
Sebab, antibodi tubuh itu dapat terdeteksi sekitar seminggu setelah virus penyebab penyakit Covid-19 menginfeksi tubuh.
"Bahkan, sebenarnya (virus sudah berada dalam tubuh) bisa cukup lama, bisa satu sampai dua bulan," ujarnya.
Jika wanita tersebut dinyatakan reaktif dengan asumsi alat tes tersebut akurat, maka ada dua kemungkinan.
Dr Panji mengatakan bisa saja wanita tersebut memang sakit, artinya masih ada virus di dalam tubuhnya. Akan tetapi, infeksinya sudah berlangsung cukup lama.
"Atau, dia sudah tidak sakit, sudah tidak ada virus, hanya dia sudah pernah terinfeksi virus corona ini dalam waktu sekitar satu sampai dua bulan," jelas dia.
Kendati demikian, dr Panji tetap menyayangkan perihal tak melapornya warga tersebut ke puskesmas, setelah mendapat saran dari rumah sakit temoat rapid test Covid-19 dilakukan.
"Asumsi saya, mungkin proses edukasi yang dilakukan ada dua hal. Pertama tidak dilakukan, atau kalau dilakukan tidak efektif," kata dr Panji.
Sebab, kemungkinan wanita tersebut tidak paham dengan hasil reaktif rapid test tersebut. Bisa juga, dia merasa sedang tidak sakit, sehingga tidak perlu datang ke puskesmas untuk menindaklanjuti hasil reaktif dari rumah sakit.
"Tapi intinya, kelihatannya proses edukasi (hasil reaktif rapid test Covid-19) sudah dilakukan, namun tidak efektif. Jadi si ibu ini tidak menindaklanjutinya," ungkap dr Panji.
Artikel ini sudah pernah tayang di Kompas.com dengan judul:Reaktif Rapid Test Covid-19 Belum Tentu Positif Corona, Ahli Jelaskan