"Baru dilanjutin 'Kamu berani nembak? Nembak Yosua?' Dia (Bripka RR) bilang, 'saya enggak berani Pak, saya enggak kuat mental saya Pak, enggak berani, Pak'. 'Ya sudah kalau begitu kamu panggil Richard'," ujar Erman. dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut Erman menjelaskan kliennya tidak tahu mengenai peristiwa dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J.
Menurut pengakuan Bripka RR, dirinya tidak di lokasi saat Brigadir J diduga melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
Kala itu Bripka RR sedang menyiapkan perlengkapan dan keperluan anak Ferdy Sambo yang bersekolah di Taruna Nusantara.
"Kan di Saguling itu dipanggil. Dipanggil, dia tanya (Ferdy Sambo), 'apa kejadian apa, ada kejadian apa di Magelang? Kamu tahu enggak?'. 'Enggak tahu'. 'Ini Ibu dilecehkan, pelecehan terhadap ibu'. Dan itu sambil nangis dan emosi. 'Saya enggak tahu Pak'," ujar Erman.
Adapun pemanggilan Bripka RR dan Bharada E ke ruangan lantai 3 di rumah Saguling terekam dalam rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Dalam Rekonstruksi Ferdy Sambo memanggil anak buahnya menggunakan handy talky (HT). Tak lama kemudian Bripka RR naik menggunakan lift.
Setelah berbincang dengan Sambo dan istri, Bripka RR kemudian keluar rumah dan memanggil Bharada E yang sedang berada di depan rumah Saguling.
Di awal kasus, Polri menyatakan kematian Brigadir J akibat baku tembak dengan ajudan Ferdy Sambo lainnya, yakni Bharada E atau Richard Eliezer.
Namun, belakangan terungkap bahwa kronologi tersebut adalah rekayasa. Kronologi baku tembak adalah skenario yang dibuat Ferdy Sambo.
Hasil penyidikan mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo memerintahkan agar Bharada E menembak Brigadir J hingga tewas.