Padahal, acuan kecantikan itu sangat tidak adil. Sebab, konsep kecantikan yang hanya berkaca dan mengacu pada satu ras dan etnis tertentu.
"Bagaimana dengan etnis dan ras lain yang kulitnya gelap atau rambutnya keriting, apakah mereka harus mengikuti standar yang sama? Tentu tidak," jelas dokter yang juga lulusan American Academy of Aesthetic Medicine.
Sebab, setiap orang punya kecantikan yang khas, sesuai dengan etnis serta keunikan dan perbedaannya masing-masing.
"Mungkin saja mereka ingin mendapatkan perawatan estetika, tapi jangan sampai menghilangkan ciri khas dan jati diri mereka sendiri. Orang India atau Arab mungkin ingin cantik, tapi tidak mungkin mengubah mereka jadi seperti orang dari ras Kaukasia."
Di Indonesia sendiri yang punya banyak etnis dan ras, setiap suku punya keunikan dan ciri khas kecantikannya masing-masing.
"Cewek sunda dikenal berkulit halus dan putih yang berbeda dengan orang Korea, berambut lurus dan panjang, tapi ini tidak berlaku di Indonesia Timur yang warna kulitnya lebih gelap dengan rambut keriting, atau orang Batak yang bentuk wajah dan dagunya terlihat mengotak."
Mereka tetap cantik sesuai dengan ciri khas dan keunikannya masing-masing.
Baca Juga: Dobrak Standar Kecantikan, Brand Fashion Minimal Luncurkan Kampanye #WearConfidence
Jangan sampai gara-gara standar cantik yang sama, semua orang jadi latah. Misalnya, bentuk dagu yang saat ini populer yaitu bentuk dagu yang lancip.
Saking populernya, saat ini banyak perempuan di tanah air beberapa waktu lalu mengikuti trend ini.
"Bentuk dagu mirip ice cone yang terlalu lancip ini tidak cocok untuk semua orang,' tuturnya. 'Ada orang yang cocoknya dagunya kotak sedikit, dan bentuk lain sesuai proporsi tubuhnya," sambungnya lagi.
GOLDEN RATIO KECANTIKAN SUDAH TIDAK DIPAKAI LAGI