GridHITS.id -Masyarakat di Asia Pasifik terus mempercayai sains, tetapi kepercayaan ini dapat dikacaukan oleh informasi yang salah.
Orang-orang masih dapat melihat peluang sains untuk menemukan solusi dari berbagai masalah sosial, termasuk perubahan iklim, dan kesetaraan dalam bidang kesehatan dan STEM (science, technology, engineering, and mathematics)–halini merupakan beberapa temuan utama dari 3M State of Science Index 2022, sebuah survei persepsi sains global. Perusahaan sains global 3M telah melakukan survei di 17 negara di seluruh dunia, dengan sekitar 1.000 responden dari setiap negara.
“Masyarakat terus menghargai dan memercayai sains bahkan saat kita memasuki fase pemulihan pasca pandemi, tetapi kita perlu membuka jalan untuk komunikasi sains yang kredibel agar dapat menghubungkan sains dengan isu-isu yang penting,” ungkapJim Falteisek, Senior Vice President, 3M Asia Corporate Affairs dan Managing Director 3M Korea,
“Kami sangat senang dapat meluncurkan hasil dari survei State of Science Index 2022, yang menunjukkan apa yang masyarakat pikirkan dan rasakan dalam bidang STEM ini, dampaknya terhadap dunia di sekitar kita, dan bagaimana kita dapat menjembatani kesenjangan ini.”
Saat kita bangkit dari pandemi, kepercayaan pada sains (91%) dan ilmuwan (87%) tetap sangat tinggi di antara negara-negara Asia Pasifik, dengan lebih dari setengah responden setuju bahwa sains sangat penting bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari (57% vs rata-rata global 52%*).
Namun, kebanyakan masyarakat di kawasan Asia Pasifik percaya bahwa ada misinformasi[1]yang tersebar luas dalam media tradisional termasuk beritaonline, media cetak atau siaran TV (71%) serta di media sosial (85%) yang dapat mengancam kredibilitas ilmiah.
Faktanya, responden di Asia Pasifik masih cenderung skeptis terhadap sains daripada responden secara global (36% vs. 29% secara global*).
Namun, masyarakat di Asia Pasifik mengakui bahwa sains sangat diperlukan dalam masyarakat, dan sebagian besar (81%) percaya ada konsekuensi negatif jika orang tidak menghargai sains.
Krisis kesehatan masyarakat (60%); lebih banyak perpecahan dalam masyarakat (55% vs. 57% secara global); dan meningkatnya tingkat keparahan efek perubahan iklim (54% vs. 53% secara global) dilihat sebagai konsekuensi utama jika orang tidak dapat mempercayai berita tentang sains. 82% responden di Asia Pasifik juga ingin mengetahui lebih banyak dari para ilmuwan tentang pekerjaan mereka, menyoroti peluang yang jelas bagi komunikasi sains untuk masa depan.
Khawatir tentang perubahan iklim, tetapi cenderung tidak mengambil tindakan
Menurut survei State of Science Index 2022, sebagian besar responden di Asia Pasifik khawatir jika suatu saat mereka atau orang-orang terdekat mereka mungkin akan mengungsi dari tempat tinggal mereka karena cuaca ekstrem terkait perubahan iklim (84% vs. 79% secara global).
Terlepas dari masalah iklim ini, mereka yang berada di Asia Pasifik cenderung tidak mengambil tindakan sendiri.
Dibandingkan dengan populasi global, mereka tidak menyatakan telah berkontribusi agar lebih berkelanjutan selama enam bulan terakhir, bahkan untuk yang paling umum seperti mengurangi penggunaan plastik (51% vs. 53% secara global ); mendaur ulang bahan-bahan (47% vs 54% secara global); dan mengurangi penggunaan air (41% vs. 48% secara global).
Ketika berkaitan dengan perusahaan, tindakan utama yang diinginkan responden di Asia Pasifik untuk membangun masa depan yang berkelanjutan meliputi mengurangi jumlah plastik yang digunakan dalam produk (58%, setara dengan global); menggunakan bahan daur ulang dan terbarukan dalam produk yang dikembangkan (53% vs 54% secara global); dan mengurangi limbah yang dihasilkan oleh pabrik (52%, setara dengan global).
3M telah lama memperhatikan ini melalui Strategic Sustainability Framework 3M, yang menjadi petunjuk sains 3M untuk memajukan ekonomi sirkular, meningkatkan jejak lingkungan perusahaan, dan menciptakan dunia yang lebih baik melalui sains.
Misalnya, 3M sedang berupaya mengurangi ketergantungannya pada bahan berbasis fosil murni sebesar 125 juta pound pada tahun 2025, dan perusahaan hampir mencapai 50% penggunaan listrik terbarukan di semua lokasi di seluruh dunia, jauh di depan targetnya di tahun 2025.
Peluang bagi sains untuk membuat dampak sosial
Menurut 3M State of Science Index, mengatasi kesenjangan layanan kesehatan dan akar penyebab kesenjangan kesehatan adalah prioritas utama di Asia Pasifik.
Baca Juga:Program 3M tentang Tren Utama dalam Sains dan Teknologi, serta Desain
Saat bicara kemajuan dalam keadilan dan perubahan sosial, memastikan akses ke layanan kesehatan berkualitas tanpa memandang usia, jenis kelamin, ras/etnis, status sosial ekonomi, lokasi, dan faktor lainnya adalah prioritas utama bagi masyarakat di Asia Pasifik, dengan 78% responden melihatnya sebagai prioritas utama bagi masyarakat dalam lima tahun ke depan.
Hal ini juga diikuti dengan 73% responden yang sepakat bahwa mengatasi akar penyebab kesenjangan kesehatan dalam kelompok masyarakat menengah ke bawah juga menjadi prioritas utama.
Masyarakat di kawasan Asia Pasifik juga mengharapkan perusahaan untuk memprioritaskan kolaborasi dengan industri kesehatan dan entitas lain dalam hal meningkatkan kualitas perawatan (51%); mengatasi akar penyebab kesehatan dalamkelompok masyarakat menengah ke bawah(47%).
Mengenali hambatan terhadap kesetaraan STEM
Keragaman dan inklusi dalam STEM adalah area utama lain yang perlu dilakukan. 85% responden di Asia Pasifik setuju bahwa ada hambatan bagi siswa untuk mengejar pendidikan STEM. Hambatan utama meliputi kurangnya akses (NET)[2](78% vs. 74% secara global); ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan STEM yang kuat (48% vs 47% rata-rata global); siswa yang memiliki terlalu banyak tanggung jawab pribadi untuk fokus pada pendidikan STEM, misalnya siswa yang harus mencari uang, melakukan pekerjan rumah tangga, mengasuh anggota keluarga (43% vs. 37% secara global).
Sebagian besar responden juga percaya kelompok minoritas seringkali tidak menerima akses ke pendidikan STEM yang sama (74% vs 71% secara global). Wanita, khususnya, menghadapi banyak tantangan sepanjang perjalanan STEM mereka.
Di seluruh Asia Pasifik, 83% responden setuju bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk mendorong dan membuat perempuan atau anak perempuan terlibat dalam pendidikan STEM. 65% responden juga yakin bahwa wanita meninggalkan posisi pekerjaan STEM karena mereka tidak menerima dukungan yang cukup, dan 62% responden mengatakan perempuan atauanak-anak perempuan cenderung lebih tidak percaya diri untuk belajar ilmu teknik (engineering) daripada bidang sains lainnya.
Oleh karena itu, masyarakat di Asia Pasifik menyerukan kepada komunitas sains dan perusahaan untuk meningkatkan kesetaraan dan representasi STEM dalam angkatan kerja mereka.
90% responden setuju bahwa komunitas sains harus melakukan lebih banyak hal untuk menarik tenaga kerja yang beragam (vs. 88% secara global) dan 87% responden percaya bahwa perusahaan sains akan memiliki dampak positif yang lebih besar pada masyarakat jika ada keragaman dan representasi yang lebih besar dalam angkatan kerja mereka (vs. 84% secara global).
“Saya adalah salah satu dari sedikit orang yang beruntung yang menerima dukungan besar sejak masih muda. Hal ini membantu menjagapassionsaya terhadap sains tetap menyala dan menjadikan saya seperti saat ini. Hal itu juga yang membuat saya sangat percaya dalam berinvestasi di komunitas yang membutuhkan pemberdayaan.Tujuan global 3M yang berfokus pada pendidikanuntuk menciptakan lima juta pengalaman belajar danskilled tradeSTEM yang unik bagi individu yang membutuhkan pada akhir tahun 2025 akan membuat perbedaan bagi banyak ilmuwan masa depan dan sangat membantu dalam memajukan kesetaraan ekonomi,”ujar Ms. Chan Yen Sze, 3M Southeast Asia Research and Development Operations Leader.
Teknologi masa depan membawa harapan dan ketidakpastian
Melihat ke depan, masyarakat di kawasan Asia Pasifik sangat antusias dengan teknologi masa depan. Sebanyak 75% responden berpikir kecerdasan buatan (AI) adalah teknologi menarik yang memengaruhi kehidupan mereka setiap hari (vs. 65% secara global). Kira-kira sepertiga (31% vs. 28% secara global) dari responden di Asia Pasifik percaya mobil tanpa pengemudi akan menjadi hal yang normal dalam lima tahun ke depan, dan 79% responden (vs. 71% secara global) kemungkinan bersedia menggunakan mobil otonom, atau mobil tanpa pengemudi manusia.
Namun, 53% responden masih khawatir kemajuan AI dalam lima tahun ke depan akan menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan (vs 47% secara global). Sebanyak 73% responden khawatir tidak dapat bertahan di dunia kerja yang semakin bergantung pada keterampilan digital (vs 64% secara global). Pengusaha adalah kunci untuk menghilangkan ketakutan ini, karena sekitar sembilan dari sepuluh responden percaya bahwa pengusaha harus memberikan dukungan finansial ataureimbursementuntuk mereka meningkatkan keterampilan.
Untuk mendorong pembelajaran yang berkelanjutan, 3M memperluas portal pembelajaran virtualnya dan bahkan meminta masukan karyawan tentang cara-cara untuk meningkatkan alat-alat ini. Karyawan 3M sekarang dapat dengan mudah mengakses ribuan sumber daya mulai dari e-modul, abstrak buku, dan pelatihan video untuk membantu mereka meningkatkan keterampilan mereka.
“Kami bekerja keras setiap hari di 3M untuk menemukan kekuatan dari manusia, ide, dan sains, dan mendorong perubahan yang berarti untuk dunia yang lebih berkelanjutan dan adil bagi generasi mendatang,”Jim Falteisekmenyimpulkan, “Temuan ini telah menyoroti isu-isu utama yang perlu ditangani oleh masyarakat, komunitas dan perusahaan, dan menunjukkan kepada kita bahwa kita sedang bergerak ke arah yang benar.”