EMA mengatakan, para pasien itu berusia lanjut atau memiliki kondisi kesehatan bawaan.
Kesimpulan dari regulator Eropa ini mengonfirmasi temuan AS bulan lalu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sebelumnya menyimpulkan, peradangan jantung setelah dosis kedua Pfizer lebih tinggi dari yang diprediksi di kalangan pria muda.
EMA tidak menemukan hubungan potensial yang sama antara peradangan jantung dengan vaksin COVID-19 lainnya, seperti AstraZeneca atau Johnson & Johnson, yang cara pembuatannya menggunakan metode berbeda.
Namun EMA menyarankan, orang dengan riwayat kelainan darah langka seperti sindrom kebocoran kapiler tidak boleh diberikan suntikan Johnson & Johnson.
Pada Juni lalu, mereka meminta sindrom kebocoran kapiler untuk ditambahkan sebagai potensi efek samping dari AstraZeneca.
Meski ada efek samping, baik EMA maupun WHO menyimpulkan, manfaat vaksin COVID-19 masih lebih besar daripada risikonya.
Namun regulator UE menyarankan, efek samping ini harus secara resmi tercantum dalam informasi produk untuk vaksin mRNA sebagai peringatan untuk dokter dan pasien.
Dalam berita lain seputar vaksin Pfizer, Israel melaporkan pada hari Senin penurunan kemanjuran Pfizer dalam mencegah infeksi.
Hal itu diduga karena merebaknya kasus varian Delta di seluruh negara.
Indonesia segera mendapat vaksin Moderna untuk vaksin Covid-19 dosis ketiga untuk nakesFreepik