GridHITS.id - Jadi bahan pembicaraan banyak orang, apa itu vaksin Nusantara?
Dalam beberapa waktu terakhir vaksin Nusantara menjadi pembahasan yang hangat.
Ketahui kontroversi vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto.
Beberapa waktu lalu, vaksin Nusantara mengundang kehebohan di tengah masyarakat.
Diketahui vaksin Nusantara sempat membuat heboh karena tetap melanjutkan tahapan uji klinis fase II walaupun belum mendapatkan izin.
Izin tersebut adalah Persetujuan Uji Klinis (PPUK) yang seharusnya dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut BPOM, diketahui jika ternyata vaksin Nusantara belum layak untuk dilakukan uji klinis fase II.
Dilansir dari Kompas.com, kepala BPOM Penny Lukito menjelaskan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh vaksin Nusantara sebelum akhirnya melanjutkan uji klinis fase II.
Penny menjelaskan vaksin Nusantara belum memenuhi cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Selain itu juga dijelaskan bahwa hasil uji klinis fase I yang dilakukan vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik ini belum meyakinkan.
Penny menyebut jika hasil uji klinis fase I vaksin Nusantara terkait efektivitas, keamanan, dan kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi pada tubuh manusia belum meyakinkan.
Oleh karena itu BPOM pun memutuskan jika vaksin Nusantara tidak layak untuk melanjutkan uji klinis fase II.
Setelah melalui kontroversi yang panjang, akhirnya nasib vaksin Nusantara pun ditentukan.
Telah dilakukan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, BPOM, dan juga TNI AD pada Senin (19/4/2021) lalu.
Dalam nota kesepahaman "Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik" disebut jika proses vaksin Nusantara yang sedang berjalan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta merupakan sebuah penelitian.
Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan imunitas terhadap imun dan terhadap virus Covid-19.
Nantinya penelitian ini tersebut pun tidak untuk dikomersialkan.
Selain itu, penelitian yang disebutkan bukanlah kelanjutan dari vaksin Nusantara yang berhenti karena adanya kaidah ilmiah yang tak terpenuhi.
"Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel dendritik autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan spike protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) pada subyek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat antibodi antiSARS-CoV-2," tulis keterangan tertulis tersebut.
"Karena uji klinis fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara ini masih harus merespon beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major," sambungnya.