Penelitian efektivitas filter masker kain didasarkan pada mikroorganisme B.
Atrophaeus yang berdiameter 0,9-1,25 mikron. Hasilnya, masker kain satu lapis memiliki kemampuan filter 69,42 persen dan yang dua lapis sebesar 70,66 persen.
Dengan demikian, jika dibandingkan dengan virus corona yang memiliki diameter 10 kali lipat lebih kecil dari bakteri B.
Atrophaeus, maka kemampuan filter masker kain terhadap virus corona jauh lebih rendah.
Oleh sebab itu, Deni menilai tidak cukup hanya dengan ukuran pori yang kecil, tapi diperlukan lapisan aktif pada masker yang bersifat mematikan atau memutus RNA virus dengan efektif.
Ini dilakukan dengan inovasi pelapisan tembaga pada masker.
"Pelapisan tembaga bisa dilakukan dengan disisipi diantara kain masker, atau menutupi permukaan depan masker kain dengan lapisan tembaga," kata dia.
Deni menjelaskan, timnya melakukan penelitian pada masker kain yang ada di pasaran dan hasilnya, masker kain biasa memiliki pori-pori berdiameter 100 mikron.
Ketika dilapisi oleh tembaga, pori-pori tersebut menjadi lebih kecil, meski tetap dipastikan bahwa ada ruang untuk sirkulasi udara. Uji coba secara fisik juga dilakukan tim dengan mencuci masker pada suhu ekstrem 80-100 derajat celsius dan mendinginkannya.
Hasilnya, kondisi air tetap jernih dan tingkat keasaman (pH) tetap normal di angka 7. "Artinya memang tidak mudah rontok (lapisan tembaganya)," ungkap dia.