Meski begitu, pihak produsen minyak goreng keberatan dan ingin mengedepankan advokasi.
Kemudian mengacu pada hasil persidangan, mereka juga mengatakan
tidak ada bukti para pelaku usaha termasuk Wilmar Group telah melanggar Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).
Salah satu produsen yang keberatan adalah Wilmar Grup yang menginginkanKPPU lebih mengedepankan fungsi dan kewenangan mereka dalam memberikan masukan dan saran ke pemerintah daripada membiarkan investigator membawa perkara ini ke ranah penyelidikan dan pemeriksaan.
Selain itu, pihak Wilmar mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah di awal 2022 yang berubah-ubah dan justru merugikan banyak pihak, terutama penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan domestic market obligation (DMO)/domestic price obligation (DPO) minyak goreng.
Penerapan HET bukan saja merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga memicu rush buying yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasaran.
Banyaknya peraturan terkait minyak goreng kemasan yang dikeluarkan pemerintah sejak awal 2022, maka industri ini menjadi highly regulated sehingga tidak tepat jika dianalisis menggunakan hukum persaingan usaha.
Meski begitu, KPPU bersikeras sebagian produsen melanggar aturan.
KPPU menduga sebanyak 27 produsen minyak goreng kemasan, termasuk 5 perusahaan dari Wilmar Group, melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU Nomor 5/1999.
Para Terlapor diduga membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari – Mei 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasar domestik.