"Dan intinya adalah kita hidup di dunia bersama, dan tidak ada yang aman sampai semua orang aman."
Tidak ada yang tahu seperti apa dunia pasca-coronavirus, meskipun beberapa perubahan positif mungkin muncul, kata Wong.
Dia mencontohkan bagaimana meludah dan berdahak di muka umum kini dianggap tabu setelah pandemi influenza 1918.
Demikian pula pandemi virus corona telah mendorong kesadaran yang lebih besar tentang kebiasaan higienis dan tanggung jawab sosial. Meski begitu, beberapa kebiasaan lama - seperti berjabat tangan - mungkin sulit hilang, katanya.
"Tapi entah bagaimana, manusia seperti kita, kita selalu condong kembali ke suatu bentuk kontak manusia."
Dalam krisis Covid-19 baru berakhir 5 tahun lagi, kecenderungan alami adalah memperkirakan yang terburuk dari keadaan langsung seseorang, kata Wong.
Misalnya, beberapa orang telah meramalkan bahwa digitalisasi akan memicu pergerakan menuju tatanan kehidupan yang terdesentralisasi, membuat kota menjadi usang.
Tetapi sejarah berisi banyak contoh kota yang bangkit kembali setelah pandemi, katanya.
Misalnya, Firenze abad ke-14 berkembang pesat setelah wabah pes dan meluncurkan gerakan Renaisans. Kota-kota Amerika seperti Chicago dan New York juga mengalami ledakan di tahun 1920-an, setelah pandemi 1918 melanda negara itu.
"Dan alasan ini terjadi adalah karena kota bukan hanya bangunan dan monumen," kata Wong. "Mereka pada dasarnya tentang orang-orang yang tinggal di dalamnya, dan manusia, pada dasarnya, adalah mahluk sosial."
Manusia juga mudah beradaptasi, dan karena itu memiliki kemampuan untuk membentuk masa depan mereka, tambahnya.