"Umumnya itu 2-3 kali mutasi dalam satu bulan, nah yang terjadi di Inggris ini 17 kali kecepatan mutasinya," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/12/2020).
Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi, Amin Soebandrio juga turut menanggapi kabar adanya varian baru Covid-19 ini.
Menurutnya, masyarakat Indonesia tak bisa mencegah orang dari Inggris saja, karena sudah ada beberapa negara yang melaporkan mendeteksi strain baru virus itu.
"Jadi kalau kita mau menutup penerbangan dari semua negara, Indonesia tentu juga yang akan terdampak. Yang bisa kita lakukan adalah screening atau setidaknya surveilance," ujarnyayang dikutip dari Kompas.com,Jumat (25/12/2020).
Amin mengatakan screening dilakukan dengan memeriksa orang-orang yang masuk dari negara-negara yang terdampak.
Selain itu perlu juga melihat kasus-kasus orang yang sakit kemudian terinfeksi lagi, orang yang mengalami Covid-19 lama atau long Covid.
"Belum kita belum melakukan screening. Itu tidak bisa diterapkan langsung, harus dilihat kesiapan di lapangan, di laboratorium dan sebagainya," katanya.
Sejauh ini, imbuhnya varian virus itu diketahui lebih menular daripada virus aslinya namuninformasi lainnya seperti seberapa mematikan dan lainnya masih belum pasti.
"Waspada pasti, setiap ada perubahan di virusnya tentu kita harus mewaspadai, tapi belum tentu mutasi-mutasi virus itu menyebabkan ada perubahan signifikan di virusnya," pungkasnya.
Sementara itu, WHO mendesak anggotanya di Eropa untuk meningkatkan tindakan melawan varian baru virus corona SARS-CoV-2 yang beredar di Inggris.