Untuk itu, segala konsekuensi yang ada seperti terbatasnya privasi, akan berkaitan dengan kehidupannya.
Namun, terkait kekesalan Ratathar, Uni berpendapat itu merupakan proses penyampaian dari situasi yang dialaminya.
"Itu merupakan proses menyampaikan pendapat karena mengalami situasi yang membuatnya tidak nyaman."
"Sehingga perlu juga diperhatikan ekspresi perasaan dan reaksi emosi dari Rafathar agar orang tua lebih mengetahui proses perasaanya," ujar Uni, yang dilansir dari Tribun Seleb, Kamis (27/8/2020).
Uni berpendapat, jika mengerjai dengan 'prank' tidak serta merta langsung berpengaruh pada kesehatan mentalnya.
"Asalkan setelah 'mungkin' dilakukan prank atau hal-hal yang tidak nyaman, orang tua wajib memberi pemahaman yang baik dan penguatan pada anak," papar psikolog dari RSUD dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ini.
Selain itu, Uni menyarankan agar tidak banyak mengulang (prank) agar anak dapat membedakan antara kehidupan keseharian dengan kehidupan yang berbau 'konten'.
"Juga berikan waktu jeda/luang untuk lebih melekatkan hubungan antara anak dan orang tua," ungkap Uni
Selain itu, konten Raffi Ahmad dan Nagita bersama Rafathar juga tidak hanya menampilkan 'prank' semata.