Pada umumnya, pengembangan vaksin semestinya mencapai 5-15 tahun. Namun, di tengah pandemi yang telah membunuh hampir 400 ribu nyawa dan memperlambat ekonomi dunia, berbagai tim riset mencoba melakukannya hanya dalam 2 tahun.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro sendiri menargetkan bahwa Konsorsium Covid-19 akan memiliki prototipe vaksin pada bulan April 2021, untuk kemudian siap dilakukan pengujian pada manusia.
Apa saja yang harus dilalui dalam pengembangan vaksin ini?
Ni Nyoman Puspaningsih, koordinator Tim Riset Covid-19 di Universitas Airlangga mengatakan bahwa langkah awal yang harus dilakukan adalah memetakan urutan genom dari coronavirus pasien yang ada di Indonesia.
“Ini penting untuk melihat apakah Indonesia ada bedanya dengan negara Asia lainnya atau Eropa atau Amerika, ada mutasi atau tidak. Kalau beda, desain vaksin yang tepat menjadi penting karena belum tentu cocok dengan yang ada di negara lain,” katanya.
Pada awal Mei lalu, LBM Eijkman pertama kalinya mengirimkan tiga urutan genom coronavirus di Indonesia kepada GISAID, bank data virus influenza terbesar di dunia.
Sejauh ini, Konsorsium Covid-19 telah menyelesaikan sembilan urutan - tujuh dari Eijkman dan dua dari Universitas Airlangga.
“Karena urutan genom lengkap dari virus Covid19 [di Indonesia] sudah ada datanya, sehingga sekarang bisa mulai mendesain vaksin. Ini tahapan awal yang diperlukan,” tambah Nyoman.
Desain dari vaksin yang digunakan berbagai negara dan tim riset di dunia bervariasi. Terdapat desain vaksin yang bekerja dengan pelemahan virus, rekayasa asam nukleat, hingga memasukkan sebagian protein virus ke dalam sel perantara.
Konsorsium Covid-19 sendiri mengumumkan pada pertengahan Mei lalu akan mengembangkan vaksin yang berbasis pada metode terakhir di atas, atau umumnya disebut dengan ‘protein rekombinan’.