Menurut ICW, mustahil bagi Nurhadi dan Rezky berada dalam pelarian tanpa bantuan dari pihak lain.
"Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya," kata Kurnia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar meminta KPK untuk mengenakan pasal pencucian uang kepada Nurhadi.
"Saya berharap KPK segera menetapkan pidana TPPU terhadap Nurhadi dan Rezky dan juga saya pikir sejauh ini belum disita sejumlah aset yang menjadi objek TPPU tersebut," kata Haris.
Senada dengan Haris, Kurnia menilai Nurhadi dapat dikenakan pasal pencucian uang bila bercermin pada profil kekayaan Nurhadi yang tak wajar.
"Hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi," kata Kurnia.
Menanggapi hal itu, Ghufron menyatakan bahwa KPK membuka peluang untuk menjerat pasal pencucian uang dan obstruction of justice dalam pusaran kasus Nurhadi.
"Sangat terbuka, keterbukaannya itu melihat bagaimana hasil-hasil pemeriksaan dan alat bukti yang kami kumpulkan," kata Ghufron.
Di samping itu, penangkapan Nurhadi ini diharapkan menjadi momentum untuk perbaikan lembaga peradilan di Indonesia.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, penangkapan Nurhadi dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menyelidiki praktik mafia peradilan.
"Jika KPK berhasil mengembangkan kasus Nurhadi ini, maka akan membantu dunia peradilan kita untuk mendapatkan peningkatan kepercayaan bukan saja dari masyarakat, tetapi juga dari dunia bisnis dan investor termasuk investor asing," kata Arsul.
Jalan panjang kasus Nurhadi KPK menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada Desember 2019 lalu.