Namun setelah diagnosis, identitasnya direduksi menjadi hanya dua kata: pasien 01. Catatan medisnya bocor, rincian kasusnya salah dilaporkan, dan gosip marak beredar secara online.
Gejalanya bermula dengan tenggorokan gatal.
Tyasutami awalnya menghiraukan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, menurutnya.
Baca Juga: Waspada Bahaya Covid-19! Bisa Buat Paru-paru Manusia Rusak Permanen hingga Timbulkan Efek Fatal Ini
Kemudian 17 Februari pagi, dia terbangun dengan gejala yang lebih dari sekadar penyakit ringan.
Ibunya, Darmaningsih, seorang ahli tari di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), jatuh sakit akhir minggu itu. Kondisinya memburuk setelah pertunjukan tari pada 23 Februari.
Mereka lalu memeriksakan diri di rumah sakit Depok.
Dokter awalnya mendiagnosis Darmaningsih dengan tifus, dan Tyasutami dengan bronkopneumonia.
"Kami meminta dites Covid-19, tetapi ditolak karena saat itu rumah sakit tidak memiliki fasilitas yang tepat," kata Tyasutami.
Lalu pada 27 Februari mereka dirawat di rumah sakit, dan masih belum mengetahui adanya patogen yang menyerang sel mereka.
Sekitar 24 jam kemudian seorang teman Tyasutami memberitahunya, bahwa dia menghadiri pentas tari yang sama dengan seorang wanit Jepang yang positif Covid-19.