Sampai saat ini, Aliya masih tak mengerti kenapa penyakit itu menyerangnya. "Dokter juga mengatakan demikian.
Sekedar perkiraan mungkin dipicu udara dingin, misalnya tidur menggunakan kipas angin.
Padahal saya tak pernah melakukan itu," katanya. Kelumpuhan pada otot wajahnya itu sempat membuat Aliya kurang percaya diri, sedih, dan mengurung diri.
Namun dukungan seluruh keluarga memulihkan kondisi mentalnya.
Apalagi kegemaran memulis membuatnya seolah lupa pada penyakit yang hingga kini masih dideritanya.
Atas saran dokter, Aliya menjalani fisioterapi yang meliputi kompres dan kejutan listrik di wajah.
Saat awal pengobatan, terapi dilakukan setiap hari selama 25 menit.
Setelah dua tahun menjalani terapi, perlahan rasa kaku dan bibir yang miring mulai menghilang.
Perlahan tapi pasti ia mulai "sembuh", meski Bell's Palsy sendiri belum ada obatnya. "Sekarang bisa dikatakan kesembuhannya sudah mencapai 80 persen. Terapi mungkin hanya dilakukan seminggu sekali," katanya.
Aliya mengatakan, bell's palsy memberi hikmah bagi dirinya. Aliya menjadi lebih peduli pada hal kecil seperti memakai helm tertutup atau masker saat berkendaraan, tidak mandi di malam hari, tidak banyak keluar malam, tidak menghidupkan kipas angin apalagi sampai menyemprot muka, atau tidur-tiduran di lantai.