Anies Baswedan Tarik Rem Darurat Putuskan PSBB Ketat,Ahli Epidemiologi: Jangan Dipaksakan Cepat Sebelum Siap
GridHITS.id -Baru-baru ini Gubernur Anies Baswedan tarik rem darurat putuskan PSBB ketat di Jakarta.
Gubernur Anies Baswedantarik rem darurat putuskan PSBB ketat di Jakarta seperti saat awal pandemi virus corona.
Mulai Senin (14/9/2020) depan, Anies Baswedan tarik rem darurat putuskan PSBB ketat dan kembali mewajibkan sebagian besar perkantoran menerapkan bekerja dari rumah.
"Mulai Senin tanggal 14 September kegiatan perkantoran yang non esensial diharuskan untuk melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah," kata Anies dalam siaran langsung Pemprov DKI Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Hanya ada 11 jenis usaha esensial seperti masa PSBB ketat sebelumnya yang diperkenankan tetap bekerja di kantor.
"Bukan kegiatan kegiatan usahanya yang berhenti, tapi bekerja di kantor nya yang di tiadakan. Kegiatan usaha jalan terus kegiatan kantor jalan terus tapi perkantoran di gedungnya yang tidak diizinkan untuk beroperasi," ucap Anies.
Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," ujar Anies.
Menanggapi keputusan Anies Baswedan tarik rem darurat putuskan PSBB ketat, ahli epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budimanbuka suara.
Ia mengatakan jika potensi kolapsnya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit rujukan memang menjadi indikator yang kuat sebagai alasan rem darurat yang diambil Anies.
"Beberapa hari terakhir, sudah 70 persen. Apalagi kalau mendekati 90 persen, di atas 80 persen sudah sangat rawan dan sangat serius apalagi 90 persen," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/9/2020) malam.
Namun, Dicky mengingatkan, belajar dari PSBB sebelumnya, kebijakan ini harus dipersiapkan sangat matang.
"Saya melihat 1-2 minggu perlu persiapan, jangan dipaksakan cepat sebelum siap, kecuali memang indikator di fasilitas RS sudah di atas atau mendekati 90 persen," ujarnya.
Menurut Dicky, PSBB perlu kesiapan dari sisi lintas sektor dan juga masyarakat agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama sehingga PSBB dapat berjalan efektif.
"Semua celah potensi pengurangan efektivitas seperti kurangnya sinergitas kolaborasi harus dicegah. Ini yang harus dilakukan," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Dicky, PSBB akan menjadi sangat optimal dan efektif jika dilakukan serentak dengan daerah-daerah penyangga.
"Kecuali selama PSBB maupun setelah PSBB, akan ada screening ketat bagi orang yang masuk Jakarta. Jika tidak, maka akan sulit dan pemulihan atau dampak PSBB tidak akan bertahan lama," lanjut Dicky.
Strategi testing sebagai yang utama Selain itu, Dicky menegaskan, strategi pengendalian pandemi yang utama, yaitu testing, tracing, dan isolasi karantina harus terus dilakukan.
"Ini adalah andalan utama, PSBB sifatnya sebagai strategi tambahan untuk optimalisasi pelaksanaan strategi utama," katanya.
Oleh karena itu, sebagai strategi tambahan, harus dipastikan dulu kesiapan dan optimalisasi dari strategi utama, sehingga PSBB akan berfungsi efektif dalam mendukung strategi utama.
"Ini yang harus dimanfaatkan betul selama PSBB, dilakukan strategi testing pada sasaran yang dituju, tracing dilakukan seoptimal mungkin. Selain isolasi karantina yang terpusat, ini yang jangan sampai dilupakan," jelasnya lagi.
Dicky juga mengatakan, selama PSBB, capaian positive rate harus ditargetkan berada di bawah 5 persen.
"Testing yang terus dilakukan bukannya justru menurun, vakum, atau berhenti. Ini yang harus terus ditingkatkan, termasuk isolasi dan karantina," pungkasnya.