Sebuah Penelitian Menyatakan Anak yang Tumbuh di Area Hijau Memiliki Kecerdasan yang Lebih, Begini Paparan Ahli

Minggu, 30 Agustus 2020 | 15:50
Freepik/prostooleh

Ilustrasi anak bertumbuh di area yang lebih hijau.

Sebuah Penelitian Menyatakan Anak yang Tumbuh di Area Hijau Memiliki Kecerdasan yang Lebih, Begini Paparan Ahli

GridHITS.id - Siapa yang menyangka ternyata membesarkan anak di daerah yang banyak ruang hijaunya bisa bermanfaat bagi kecerdasannya.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh di daerah yang lebih hijau berpotensi memiliki IQ yang lebih tinggi.

Semua itu bukanlah omong kosong semata, sebab sudah ada beberapa ahli yang dengan nyata melakukan penelitian tersebut.

Baca Juga: Yuk Cari Tahu Cara Menjaga Lingkungan Ala Nadine Chandrawinata, Istri Dimas Anggara Curhat: Akhirnya Lahir Satu Prakarya Lagi!

Baca Juga: Siapa Sangka Ahli Menyebutkan Bahwa Penggunaan Masker Katup Dianggap Belum Tentu Aman, Begini Penjelasannya

Melansir dari Daily Mail, sebuah tim dari Universitas Hasselt, Belgia, menganalisis IQ lebih dari 600 anak dan kemudian menggunakan citra satelit untuk memeriksa daerah hijau di lingkungan mereka.

Anak-anak dalam penelitian tersebut semuanya berusia antara 10 dan 15 tahun, menurut tim tersebut, peningkatan penghijauan sebanyak 30 persen di daerah tersebut menyebabkan peningkatan IQ sebanyak 2,6 poin.

Peneliti juga menemukan bahwa anak-anak dalam studi tersebut memiliki tingkat masalah perilaku yang lebih rendah jika mereka tinggal di area yang lebih hijau.

Maka dari itu untuk anak-anak yang berada di kategori rendah dalam IQ-nya bisa memanfaatkan penelitian ini untuk dicoba.

Meski pun masih belum ditemukan mengapa lingkungan hijau itu lebih baik untuk kecerdasan, para ahli meyakini bahwa orang yang hidup di lingkungan yang lebih hijau akan memiliki tingkat stres yang lebih rendah.

Data tentang IQ dan lokasi berasal dari East Flanders Prospective Twin Survey (EFPTS), sebuah pencatatan kelahiran ganda di provinsi Flanders Timur, Belgia.

Baca Juga: Hidup Dalam Lingkungan Hedonisme dengan Kehidupan Serba Bebas, Prilly Latuconsina Banjir Hujatan Dari Teman-teman Lantaran Belum Pernah Melakukan Hubungan Seksual di Luar Nikah

Baca Juga: Tak Cuma Bawa Petaka, Ternyata Virus Corona Juga Beri Dampak Positif Bagi Mahluk Hidup dan Lingkungan, Kok Bisa?

Rata-rata IQ dari mereka yang terlibat adalah 105 tetapi tim menemukan 4 persen anak-anak dengan skor di bawah 80 tumbuh di daerah dengan tingkat tanaman hijau yang rendah.

Bukan hanya kecerdasan yang dipengaruhi oleh kehidupan di daerah yang lebih hijau, tim menemukan bahwa hal itu juga membantu meningkatkan perilaku beberapa anak.

Mereka menemukan bahwa masalah perilaku juga berkurang untuk setiap tiga persen peningkatan tanaman hijau.

Tim tersebut mengatakan bahwa kota yang terencana dengan baik dapat mmeiliki peluang untuk menciptakan 'lingkungan yang optimal' bagi anak-anak untuk berkembang secara maksimal.

"Pada tahun 1950, hanya 30 persen penduduk dunia yang tinggal di perkotaan; saat ini, ini sudah lebih dari setengah populasi global, dan diharapkan meningkat menjadi 68 persen pada tahun 2050, jadi semakin banyak bukti bahwa lingkungan hijau dikaitkan dengan fungsi kognitif kita,' kata penulis studi Tim Nawrot.

"Sehingga saya pikir pembangunan kota harus memprioritaskan ruang hijau disekitarnya untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi anak-anak untuk berkembang." jelasnya.

Baca Juga: Meski Andrea Dian Sudah Sembuh dari Corona, Suaminya Tetap Dapat Perlakuan Tak Enak dari Pegawai Restoran : Bill Dilempar ke Meja

Baca Juga: Viral Pengusiran ODP dari Lingkungan Tempat Tinggal, Begini Cara Terbaik Memperlakukan ODP dan PDP di Sekitar Kita

Para penulis percaya bahwa kombinasi dari tingkat kebisingan yang lebih rendah dan tingkat stres yang lebih rendah yang ditemukan di area ruang hijau berkontribusi pada peningkatan IQ dan perilaku.

Tak heran, sebab lebih banyak ruang hijau itu berarti lebih banyak peluang untuk anak beraktivitas fisik dan sosial, sehingga membuat mereka terus belajar.

Penemuan ini telah dipublikasikan di jurnal PLOS Medicine.

Editor : Rachel Anastasia Agustina

Sumber : Daily Mail

Baca Lainnya