Niatan Mudik Gagal Total, Pria Ini Mengemis Lesu Ucap Mendingan Mati di Kampung: Sedih Mau Ngapain di Sini

Rabu, 29 April 2020 | 14:00
kompas.com

ilustrasi mudik

Niatan Mudik Gagal Total, Pria Ini Mengemis Lesu Ucap Mendingan Mati di Kampung: Sedih Mau Ngapain di Sini.

GridHITS.id -Saat ini pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar memang sedang digalakkan.

Diharapkan dengan PSBB ini bisa memutus rantai penyebaran virus corona.

Pemberlakukan PSBB di DKI Jakarta misalnya, aturan tersebut juga dibarengi dengan larangan mudik bagi warganya.

Namun, tak sedikit warga yang nekat untuk mudik.

Baca Juga: Larangan Mudik Presiden Joko Widodo Dianggap Bak Angin Lalu, Bupati Ini Masa Bodoh dengan Aturan dan Nekat Tetap Terima Pemudik: ‘Mereka itu Manusia Bukan Kerbau’

Baca Juga: Tanpa Gejala dan Nekat Mudik Tak Indahkan Anjuran Pemerintah, Penumpang Travel dari Jakarta ke Cilacap Ini Positif Corona

Meski begitu, aparat kepolisian juga menyuruh para pemudik nekat ini untuk putar balik.

Seperti halnya yang dialami oleh Agung dan Samitrawan.

"Kalau kita di sini dikasih makan engga, kalau ada yang jamin kasih makan nggak apa apa, kita mati di sini siapa yang tanggungjawab," ucap Agung (28) pengendara motor yang hendak mudik ke wilayah Pemalang, Jawa Tengah.

Usahanya untuk mudik diberhentikan di Pos Penyekatan di Jalan Sultan Agung, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, pada Selasa (28/4/2020).

Agung mengaku terpaksa mudik dikarenakan sudah tidak ada pekerjaan usai diberhentikan dari tempat kerjanya yang tutup usai diberlakukan PSBB.

Sudah 12 hari Agung hanya berdiam diri di kosannya daerah Cikokol, Kota Tanggerang usai diberhentikan kerja.

Agung tak sendiri, ia bersama temannya yang masih satu kampung bernama Samtirawan (29) terpaksa mudik karena sudah tak ada lagi uang untuk bisa bertahan hidup di daerah perantauannya itu di Tanggerang.

Baca Juga: Di Tengah Larangan Mudik, Viral Potret Bus AKAP Angkut Penumpang di Bagasi Demi Hindari Razia Polisi

Baca Juga: Bukannya Senang, Orangtua ini Malah Marah-marah Lalu Usir Anaknya yang Mudik, Begini Fakta di Baliknya

Upayanya kandas di titik penyekatan di Jalan Sultan Agung, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi.

Agung ketika itu nampak kesal karena tetap diminta putar balik, padahal sudah menjelaskan keadaan pahit tersebut.

"Engga ada yang jamin, engga ada yang kasih kejelasan, mending saya mati di kampung dari pada mati di sini, engga ada siapa-siapa saudara," ungkap Agung yang terlihat lesu.

Tidak ada saudara di lokasi tinggal di Tanggerang, ia hanya tinggal berdua bersama teman yang berprofesi ojek online itu dalam satu kosan.

"Kita perantau, engga ada saudara. Sedih mau ngapain di sini, engga ada kerjaan engga ada uang. Bayar kosan juga dari mana," kata Agung.

Untuk mudik menggunakan sepeda motor bersama temannya, Agung hanya berbekal sisa uang gaji terakhir sebesar Rp 300 ribu. Uang itu hanya cukup untuk membeli bensi dan makan selama diperjalanan.

"Teman saya ojol sudah engga punya duit, andalin saya buat makan sama bayar kosan. Maka itu pilih pulang kampung, di sini juga biaya hidup mahal. Di kampung makan apa juga jadi dan engga perlu bayar kosan," jelas Agung sambil membuka helmnya.

Kedunya kepada kepolisian yang berjaga di pos itu terus memohon agar diizinkan melintasi jalan tersebut. Keduanya mengungkapkan telah lapor ke aparat kelurahan setempat dan siap di karantina ketika sampai kampung halaman.

"Saya tolonglah, kami siap di karantina 14 hari saat sampai di sana. Dari pada bertahan di sini, engga ada uang. Engga bisa makan, nanti mati kelaparan,"tutur dia.

Baca Juga: Kecewa Diusir Istri Saat Mudik di Tengah Pandemi Corona, Suami Nekat Coba Bunuh Diri Tengak Deterjen dan Sayat Nadi

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga! Usai Kena PHK di Kota, Pria ini Diusir Warga Kampung Saat Mudik karena Dituding Membawa Virus Corona

Tak jauh berbeda nasibnya dengan Agung, Samtirawan (29) juga terdampak Covid-19.

Ia yang bekerja sebagai ojek online, penghasilannya menurun drastis.

Apalagi semenjak diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Andalin antar barang dan pesan makanan susah juga. Kan banyak juga rebutan sama rekan ojol lain, biar tenang saya mau di kampung aja dulu sampai kondisinya kondusif corona hilang," tuturnya.

Dirinya yang satu kosan dengan Agung, tak enak hati jika harus mengandalkan sisa gaji temannya itu yang telah diberhentikan kerja.

Uang dari hasil ambil orderan tak mencukupi buat makan dan kebutuhan lainnya.

"Semenjak begini pemasukan sedikit, sudah ditahanin berapa hari tetap aja engga cukup. Kita kan bayar kontrakan kosan, itu teman yang bayar tapi dia kan sudah engga kerja," kata dia.

Dirinya yang identitas KTP masih daerah asalnya di Pemalang, Jawa Tengah mengaku tak tersentuh bantuan sosial pemerintah setempat. Padahal, kondisinya sangat membutuhkan.

“Belum ada bantuan yang datang ke saya dari awal diterapkan PSBB di Tanggerang sampai sekarang. Karena bukan warga Tanggerang kayaknya," imbuh dia.

Baca Juga: Masyarakat tetap Boleh Mudik Meski Pandemi Corona Semakin Parah, Luhut Pandjaitan Minta Daerah Tak Tolak Pemudik Dari Jakarta

Baca Juga: Ikuti Himbauan Pemerintah Agar Cegah Penyebaran Virus Corona Semakin Meluas, Para Selebritas Ini Siap Tak Mudik Lebaran Tahun Ini

Sudah tidak ada yang bisa diharapkan lagi untuk tetap tinggal di Tanggerang. Maka itu ia memilih mudik ke kampung halamannya, masih ada keluarga yang membantu dan memperhatikan

“Mendingan saya memilih mudik ke kampung halaman, dari pada di Tanggerang luntang-lantung dan malah berbuat kriminal,” tutupnya.

Masa pandemi Corona atau Covid-19 menjadi yang tersulit bagi warga, banyak yang diberhentikan kerja maupun pekerja harian lepas yang sudah tak bisa memiliki penghasilan karena banyak aktifitas yang dibatasi.

Uang dari hasil ambil orderan tak mencukupi buat makan dan kebutuhan lainnya.

"Semenjak begini pemasukan sedikit, sudah ditahanin berapa hari tetap aja engga cukup. Kita kan bayar kontrakan kosan, itu teman yang bayar tapi dia kan sudah engga kerja," kata dia.

Dirinya yang identitas KTP masih daerah asalnya di Pemalang, Jawa Tengah mengaku tak tersentuh bantuan sosial pemerintah setempat. Padahal, kondisinya sangat membutuhkan.

“Belum ada bantuan yang datang ke saya dari awal diterapkan PSBB di Tanggerang sampai sekarang. Karena bukan warga Tanggerang kayaknya," imbuh dia.

(Artikel ini sudah tayang di Wartakota dengan judul:Lebih Baik Mati di Kampung daripada di Sini Nggak Ada Saudara, Demikiah Kisah Para Pemudik Nekat)

Tag

Editor : Safira Dita

Sumber Wartakota