"Tapi di sini korban hanya ibu rumah tangga baik-baik yang sederhana. Demikian juga anaknya juga tidak memiliki pergaulan yang luas sehingga bisa dipastikan pelaku bukan orang jauh-jauh sebetulnya," katanya.
Kalau sampai sekarang polisi belum menemukan tersangka, Adrianus menduga penyebabnya karena kualitas pemeriksaan dokter forensik dalam rangka memperkirakan penyebab kematian, kapan dan hal lain yang tidak baik sehingga korban harus diotopsi ulang.
Bahkan, otopsi kedua ini menganulir pendapat dari otopsi pertama.
"Itu saja bisa memperlambat lho, tadinya polisi berkesimpulan A, gara-gara kesimpulan matinya ternyata, terpaksa berubah," katanya.
Selain itu, saat pertama polisi datang ke TKP juga penanganannya agak jorok. "Yang datang siapa saja, semaunya, megang-megang, masuk, ngacak-ngacak sehingga tIdak jelas mana jejak pembunuh dan jejak polisi," katanya.
Mungkinkan pelaku seorang profesional?
Menurut Adrianus di kasus ini bisa saja tidak dilakukan oleh profesional.
Profesional dapat ditutupi dengan perencanaan yang matang, sekaligus punya waktu yang panjang dan waktu mengenal situasi sehingga dia bisa berbuat sepeti seorang profesional.
"Dia tidak pernah membunuh dan tidak punya riwayat itu, tapi karena merencanakan secara matang, apalagi mengenal lokasi, kenal korban, dan punya waktu yang cukup untuk melakukan sesuatu, sehingga itu bisa berbuat seperti laiknya profesional," tandasnya.
Di bagian lain, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo mengatakan, perkara ini memang belum menunjukkan titik terang.
Terkait janji pengungkapan yang sebelumnya akan dilakukan di bulan ramadhan lalu, Ibrahim Tompo mengatakan pihaknya cuma bisa memberikan harapan.