Tak terasa aku menangis..“mommi minta maaaaaaaf ya adek,, adek kangen daddy insyaAlloh ketemu weekend ya nak.. doakan daddy sehat ada waktu untuk main lagi sama Alman ya” kali ini aku terisak pelan..
Kutahan sesenggukku karena Alman merespon dengan mengubah posisinya. Aku takut membangunkanya. Teringat pertemuan terakhir mereka, Alman menangis mendengar suara mobil daddy nya pergi.
Terakhir Abi.. hanya pelukan yang sanggup kuberikan pada bayiku yang masih berusia 2 tahun ini. Kuciumi ubun ubun nya. Sambil kutiup pelan dan kusematkan doa “Robbi habli minash sholihiin” berulang kali.
Istigfar berulang ulang kali kulantunkan. Teringat spp Salman yang belum kulunasi.
Dan siang ini aku mendapat surat cinta dari PLN. Seorang petugas menaruh surat peringatan akan adanya pemutusan sementara aliran listrik bila tidak segera melakukan pembayaran. Berbagai kekhawatiran melintas dipikiran.
Sepertilayanganputus, rasanya badan ini pengen oleng mengikuti kemana angin bertiup.‘Grooook…fiuuuhhh…ggrrkkk…fuuuuh..’ suara dengkuran abang Amir membuyarkan lamunanku
‘astagfirullah wa atubu illaih….’ Aku keraskan dzikirku, ku sadarkan diriku,‘astagfirullah…’ ku lihat kembali malaikat malaikat mungilku satu persatu.
Aku punya Alloh untuk bersandar, tidaklah aku harus panik.
Daddy mereka boleh saja memutus komunikasi dengan ku, ibu dari anak anaknya, bersikap acuh dan mencabut segala fasilitas dirumah ini, menghapus supir untuk anak anak, dan tidak mau mensuport biaya hidup anak anak, biaya pendidikan dan kesehatan. Aku punya Alloh untuk bersandar.
Aku punya Alloh untuk meminta dan memohon.