Pasalnya sampai saat ini, tidak ada studi ilmiah yang dipublikasikan tentang jamu antivirus corona yangmenunjukan manfaat dan efek sampinnya.
"Kami memperingatkan dan menyarankan negara-negara agar tidak mengonsumsi produk yang belum diuji untuk melihat kemanjurannya," kata Direktur WHO Afrika Matshidiso Moeti dalam jumpa pers pada Kamis (7/5/2020).
Jamu antivirus corona yang buat WHO khawatir.
Moeti mengatakan pada 2000, para pemerintah Afrika telah berkomitmen untuk mengharuskan "terapi tradisional" melalui uji klinis, sama dengan uji pengobatan lainnya.
"Saya memahami kebutuhannya, dorongan menemukan sesuatu yang dapat membantu," kata Moeti.
"Tapi kami sangat ingin mendorong proses ilmiah ini di mana para pemerintah sendiri yang membuat komitmen."
Diketahui untuk menguji kefektifan suatu obat tak bisa langsung begitu saja dilakukan kepada pasien manusia.
Suatu produk dapat dikatakan menjadi obat jika telah melewati beberapa tahapan dimulai dari mengindentifikasi zat aktif yang terkandung, menemukan cara kerjanya, melakukan uji praklinis sampai uji klinis.
Menurut Mayo Clinic, untuk menilai efektivitas dan keamanan produk, perlu dilakukan uji praklinis, yaitu uji coba pad ahewan dan uji klinis.
Tahap akhir yang dilakukan kepada pasien manusia.