Kemudian China menyensor berita virus di mesin pencari mulai 31 Desember, menghapus kata pencarian seperti 'SARS variation, 'Wuhan Seafood market' dan 'Wuhan Unknown Pneumonia.'
Pada 3 Januari, Komisi Kesehatan Nasional China dilaporkan memerintahkan sampel virus dimusnahkan dan mengeluarkan 'perintah tanpa publikasi' tentang virus tersebut.
Ketika media menyoroti bahwa China memberlakukan larangan perjalanan pada orang-orang yang bepergian di seluruh negara, tetapi China terus mengatakan kepada seluruh dunia larangan perjalanan tidak perlu.
"Jutaan orang meninggalkan Wuhan setelah wabah dan sebelum Beijing menerapkan lockdown pada 23 Januari," katanya, menurut The Telegraph.
'Ribuan terbang ke luar negeri. Sepanjang Februari, Beijing menekan AS, Italia, India, Australia, tetangga Asia Tenggara, dan negara-negara lain untuk tidak melindungi diri mereka sendiri melalui pembatasan perjalanan, bahkan ketika RRC memberlakukan pembatasan berat di rumah.
Para dokter dan ilmuwan yang berusaha meningkatkan kekhawatiran tentang virus tersebut dan penanganan China terhadap virus itu juga hilang atau dihukum, menurut dokumen itu.
Huang Yan Ling, seorang peneliti di Institut Virologi Wuhan dan dianggap sebagai pasien nol untuk pandemi global, menghilang secara misterius dan biografinya dihapus dari situs web lab.
Lembaga itu membantah Huang Yan Ling pasien nol dan mengatakan Huang Yan Ling masih hidup, tetapi tak diketahui keberadaannya sejak saat itu.
Fakta lainnya termasuk pengusaha Fang Bin, pengacara Chen Qiushi dan mantan reporter TV pemerintah Li Zehua dilaporkan ditahan di pusat-pusat penahanan di luar proses pengadilan karena berbicara tentang tanggapan China terhadap pandemi.
Dalam dokumen itu menunjukkan beberapa ketidaksepakatan di antara negara-negara Five Eyes mengenai asal virus, apakah dari Laboratorium Wuhan atau pasar basah.
Ia mengklaim negara-negara itu menyelidiki kemungkinan virus itu bocor dari Institut Virologi Wuhan, dengan beberapa studi yang dipimpin oleh ilmuwan Dr. Shi Zhengli dikutip sebagai keprihatinan dalam laporan itu.
Dokumen tersebut menguraikan bahwa Zhengli dan timnya telah melakukan penelitian di laboratorium terhadap virus corona yang berasal dari kelelawar, dengan setidaknya satu dari sampel virus tersebut kecocokan genetiknya 96 persen dengan virus pembawa COVID-19.