"Kalau lockdown total, masyarakat akan makin susah. Bagaimana nanti mereka mencari makan. Siapa yang mau bertanggungjawab terhadap kehidupan mereka dan keluarga?"
Menurut Ginka, seharusnya Pemprov DKI tidak melampaui kewenangan dari pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan terkait pandemi Covid-19.
"Gubernur Anies misalnya dikritik saat mengembuskan isu lockdown Jakarta. Padahal, belum ada instruksi dari Jokowi untuk mengarantina wilayah."
"Pekan lalu, Mendagri Tito Karnavian bahkan harus repot-repot ke BalaiKota untuk mengingatkan Anies agar tak sembarangan mengeluarkan kebijakan," katanya
Maka dari itu, aliansi mempertanyakan dan mengkritisi, pernyataan urgensi lockdown, versi gubernur DKI Jakarta, yang menyampaikan bahwa sebagai shocktherapy atau efek kejut beberapa waktu lalu.
Kemudian, mempertanyakan kesiapan, koordinasi dan peran serta yang dilakukan oleh Pemprov DKI, sebelum melakukan permintaan lockdown kepada pemerintah pusat.
Lalu, imbuh Ginka pertanyaan mengenai sudahkah ada sosialisasi dan uji materi dari berbagai aspek, terkait efek pernyataan tersebut kepada seluruh masyarakat DKI Jakarta.
"Di sini kami menanyakan apa kesiapan Pemprov DKI Jakarta atas permohonan lockdown terhadap pusat. Jangan seolah-olah permohonan itu justru dipolitisasi. Sementara Pemprov DKI belum menjalankan opsi-opsi lain untuk menangani corona," ujarnya.
Ginka khawatir, jika lockdown total di Jakarta benar-benar dilakukan, akan timbul masalah-masalah sosial yang bisa berujung pada terganggunya kestabilan keamanan.
"Yang dikhawatirkan, jika masyarakat dipaksa harus di rumah tanpa kebutuhan pokok, maka akan terjadi kerusuhan, panic buying.
"Jika kita lihat, sekarang saja ada maklumat Kapolri untuk menghindari kerumunan, namun pada kenyataannya pasar-pasar masih ramai," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul "Aliansei BEM Jakarta Berusara Nilai Fasilitas Hotel Bintang Lima Untuk Tenaga Medis Berlebihan"