Beauty in Diversity, Cantik itu Tidak Harus Putih, Berhidung Mancung, dan Berambut Lurus

Minggu, 24 Juli 2022 | 09:44

Inilah beauty in diversity, setiap wanita unik dan cantik

GridHITS.id - Sejatinya, setiap wanita adalah cantik dengan segala keunikan dan ciri khasnya masing-masing.

Sayangnya,sudah lama menggejala trend global yang menerapkan satu standar kecantikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, baik jenis kulit, bentuk wajah, dan lain-lain.

"Jaman dulu, mungkin kita hanya mengenal satu standar cantik, yang terkait denganwhite supremacy. Yang cantik itu yang kulitnya putih seperti Putri Elizabeth atau kulit putih ala orang Eropa," demikian diungkapkan pakar dan peneliti kecantikandr Aldisa Olivia, Dipl.AAAM.

Di tanah air sendiri, penjajahan Belanda selama 350 tahun turut mempengaruhi mindset dan standar kecantikan itu.

Tak usah heran, seseorang dikatakan cantik bila ia berkulit putih, berhidung mancung, berambut lurus, dan berbadan langsing."Diakui atau tidak, di tanah air wanita blasteran bule terlihat lebih superior dibandingkan wanita lokal," ungkap Aldisa.

Seiring dengan waktu, saat ini kiblat kecantikan pun mulai beralih dari Eropa ke Asia Timur, tepatnya Korea Selatan.

Hal ini seiring dengan membanjirnya budaya K-POP lewat sinetron, musik, dan film dari negeri ginseng itu ke tanah air.

Dengan begitu, bintang-bintang K-POP itu langsung menjelma menjadi idola baru yang dielu-elukan jutaan penggemar di tanah air. Sebagai idola, banyak produsen memanfaatkannya untuk memasarkan produknya.

"Lihat saja papan reklame besar yang ada di sepanjang jalan protokol di Jabodetabek, banyak sekali wajah bintang K-POP yang terpampang di sana. Bahkan untuk produk makanan pun, yang dijadikan iklan adalah bintang K-POP."

Baca Juga: Siap-siap Indonesia Sambut Meta Clinic, Konsultasi dan Analisa Kecantikan Tanpa Terhalang Jarak dan Waktu

Celakanya, para penggemar pun menjadikan sang idola sebagai patokan, utamanya dalam standar kecantikan.

Mereka menganggaporang cantik itu berkulitputih bak porselen, berambut lurus, dan ramping layaknya sang pujaan.

Padahal, acuan kecantikan itu sangat tidak adil. Sebab,konsep kecantikan yang hanya berkaca dan mengacu pada satu ras dan etnis tertentu.

"Bagaimana dengan etnis dan ras lain yang kulitnya gelap atau rambutnya keriting, apakah mereka harus mengikuti standar yang sama? Tentu tidak,"jelas dokter yang jugalulusanAmerican Academy of Aesthetic Medicine.

Sebab, setiap orang punya kecantikan yang khas, sesuai dengan etnis serta keunikan dan perbedaannya masing-masing.

"Mungkin saja mereka ingin mendapatkan perawatan estetika, tapi jangan sampaimenghilangkan ciri khas dan jati diri mereka sendiri. Orang India atau Arab mungkin ingin cantik, tapi tidak mungkin mengubah merekajadi seperti orang dari ras Kaukasia."

Di Indonesia sendiri yang punya banyak etnis dan ras, setiap suku punya keunikan dan ciri khas kecantikannya masing-masing.

"Cewek sunda dikenal berkulit halus dan putih yang berbeda dengan orang Korea, berambut lurus dan panjang, tapi ini tidak berlaku di Indonesia Timur yang warna kulitnya lebih gelap dengan rambut keriting, atau orang Batak yang bentuk wajah dan dagunya terlihat mengotak."

Mereka tetap cantik sesuai dengan ciri khas dan keunikannya masing-masing.

Baca Juga:Dobrak Standar Kecantikan, Brand Fashion Minimal Luncurkan Kampanye #WearConfidence

Jangan sampai gara-gara standar cantik yang sama, semua orang jadi latah. Misalnya, bentuk dagu yang saat ini populer yaitu bentuk dagu yang lancip.

Saking populernya, saat inibanyak perempuan di tanahairbeberapa waktu lalu mengikuti trend ini.

"Bentuk dagu mirip ice cone yang terlalu lancip ini tidak cocok untuk semua orang,' tuturnya. 'Ada orang yang cocoknya dagunya kotak sedikit, dan bentuk lain sesuai proporsi tubuhnya,"sambungnya lagi.

GOLDEN RATIO KECANTIKAN SUDAH TIDAK DIPAKAI LAGI

Dunia kecantikan mengenal standar yang menggunakan istilah golden ratio. Sayangnya, standar goden ratio dalam dunia kecantikan sudah ditinggalkan.

Golden ratio adalah rumus rasio yang digunakan untuk melihat apakah kondisi wajah seseorang ideal atau tidak.

Patokannya adalah dengan mengukur dahi, mata, tulang pipi dan bagian tubuh lain.

Jika cocok dengan dengan rumus golden ratio ini, orang itu dianggap rupawan, cantik atau tampan.

Rasio emas ini sudah dipakai sejak lama, yakni zaman Renaisans Eropa. Awalnya rumus rasio ini digunakan para seniman dan arsitek untuk menilai karya mereka. Lalu,berabad-abad kemudian, ilmuwan mengadopsi rumus matematika ini untuk menjelaskan mengapa beberapa orang dianggap tampan atau cantik, sedangkan yang lain tidak.

Baca Juga:Hanya Modal Garam Dapur Bisa Jadikan Wajah Mulus Bak Perawatan Wajah di Klinik Kecantikan Mahal, Bagaimana Caranya?

Dulu, para ahli kecantikan kerap menggunakan alat bernama kaliper untuk menilai nilai rasio emas kecantikan wajah seseorang. Namun, cara ini dinilai kurang efektif dan sulit diterapkan.

Sebab, bentuk wajah setiap orang itu sangat kompleks. Mulai dahi, hidung, mata, bibir, dagu, pipi, dan lainnya berbeda antara wajah yang satu dengan yang lainnya.

Setiapwanita punya proporsiwajahcantik tersendiri, tidak bisa disamaratakan. Semua bagian tubuh di wajah terlihat seperti satu kesatuan yang tampak serasi satu sama lain."Meskipun Angelina Jolie cantik, tapi kalau hidungnya dipindahkan ke orang Indonesia, belum tentu cocok," ungkap dr Aldisa.

Daripada menggunakan rumus golden rasio dan kaliper, saat ini para ahli kecantikan lebih mengandalkan naluri dokter untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasiennya.

"Dokter kecantikan sudah terlatih dan mendapatkan pelatihan untuk menilai perawatan terbaik buat pasiennya. Mana yang sudah pas, mana yang bisa dioptimalkan."

Baca Juga:Hilangkan Kutil di Semua Bagian Tubuh dengan Alami, Cukup dengan Konsumsi Makanan Ini

Editor : Saeful Imam

Baca Lainnya