Penemuan di Tengah Serangan Virus Corona, Ahli Buat Aplikasi untuk Bantu Temukan Pasien yang Terinfeksi Virus Corona

Rabu, 08 April 2020 | 20:02
Freepik.com

Ilustrasi virus corona.

GridHITS.ID -Banyak ahli di dunia mencoba untuk mencari vaksin atau obat penangkalvirus corona.

Namun ternyata tak hanya itu.

Sekelompok peneliti dari Universitas Carneige Mellon, di Pennsylvania, AS, mengembangkan aplikasi yang diklaim bisa mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19.

Baca Juga: Jadi Penderita Covid-19, Andrea Dian Bagikan Cara Agar Imun Naik dan Tak Panik Selama Wabah Corona

Baca Juga: Angbeen Rishi Buatkan Masakan Ini untuk Adly Fayruz, Pujian Sang Suami Bikin Baper

Deteksi tersebut dihasilkan dari analisis batuk dan suara menggunakan algoritma.

Benjamin Striner, mahasiswa master yang ikut dalam penelitian ini mengatakan algoritma software yang dikembangkan timnya akan sangat membantu untuk melacak penyebaran virus corona, meskipun masih harus diteliti lebih lanjut.

Striner dan tim masih terus mengumpulkan data suara untuk meningkatkan akurasi aplikasi yang saat ini diberi nama Covid Voice Detector.

Apabila telah dirilis, aplikasi ini bisa diunduh dan dipasang di smartphone atau laptop.

Tanda-tanda halus lewat suara batuk Aplikasi ini akan berfungsi sebagai indikator untuk mengukur kemungkinan seseorang terinfeksi Covid-19.

Untuk mendeteksinya, aplikasi akan meminta "pasien" untuk batuk beberapa kali, kemudian mengucapkan suara vokal dan membaca alfabet.

Setelah selesai mengikuti semua tes, aplikasi akan memunculkan skor berupa garis indikator yang akan menunjukan kemungkinan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak berdasarkan perhitungan algoritma.

Baca Juga: Titi DJ Temukan Beberapa Kegiatan Baru Selama Social Distancing, Apa Itu?

Baca Juga: Penasaran hingga Sengaja Tulari Diri dengan Corona, Walikota di Jerman Ini Mengaku Sesali Perbuatannya: Lebih Buruk Dari yang Saya Bayangkan

Menurut profesor ilmu komputer Carneige Mellon, Rita Sigh yang terlibat dalam proyek ini, suara batuk yang dikeluarkan penderita Covid-19 berbeda dari yang bukan penderita.

"(Virus) itu menginfeksi paru-paru dengan sangat buruk sehingga mempengaruhi pola pernapasan dan parameter alat vital lain, dan penderita memiliki tanda-tanda suara yang kuat," jelas Sigh.

Sigh diketahui telah bertahun-tahun mengembangkan algoritma yang bisa mengidentifikasi micro-signatures atau tanda-tanda halus di dalam tubuh manusia yang diyakininya bisa mengungkap keadaan psikologis, fisiologi, dan data medis seseorang.

Pengembangan aplikasi terkendala karena para peneliti mengerjakannya dari rumah masing-masing.

Sebab, sebagaimana kebanyakan kampus di dunia, University of Carnegige Mellon juga ditutup karena pandemi Covid-19.

Dari rumah masing-masing, mereka mengumpulkan data suara pasien positif Covid-19 untuk melatih algoritma.

Baca Juga: Ramadan dan Idulfitri Terancam Beda dari Tahun Sebelumnya, Kemenag Rilis Panduan Ibadah di Tengah Wabah Covid-19

Mereka juga dibantu oleh para peneliti dari negara lain untuk mengumpulkan data.

Tim tidak hanya mengumpukkan suara dari pasien positif Covid-19 tapi juga penderita virus lain.

Hal itu dimaksudkan agar algoritma terlatih mendeteksi suara yang disebabkan virus berbeda. Mereka juga mencari video wawancara pasien positif Covid-19 dari situs berita.

Striner mengatakan, aplikasi ini akan memberikan hasil false positive ketimbang false negative.

False positive akan menunjukan hasil yang mungkin saja positif namun bukan berarti seseorang benar-benar terinfeksi Covid-19, sehingga harus melakukan uji laboratorium.

Sementara, false negative mungkin saja menunjukan hasil negatif, tapi bukan berarti orang tersebut benar-benar tidak terinfeksi.

Akurasi belum teruji

Untuk sekarang, masih belum bisa dipastikan seberapa akurat aplikasi ini mendeteksi infeksi Covid-19.

Baca Juga: Berlaku Mulai Hari Jumat , Ini 8 Hal yang Harus Diketahui Soal PSBB, Berkerumun Lebih dari 5 Orang Akan Dibubarkan!

Baik Striner dan Sigh mengatakan, apapun hasil tes dari aplikasi tidak bisa digunakan sebagai saran medis.

"Akurasinya belum bisa diuji saat ini karena kami belum melakukan uji coba terverifikasi yang diperlukan," kata Sigh.

Aplikasi tersebut juga masih dalam tahap pengembangan dan belum mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) maupun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Tujuan utama aplikasi ini adalah untuk mengumpulkan lebih banyak data suara baik dari orang yang terinfeksi maupun sehat untuk membuat algoritma semakin cerdas mendeteksi.

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peneliti Siapkan Aplikasi untuk Mendeteksi Covid-19 dari Suara Batuk")

Editor : Safira Dita

Sumber : kompas

Baca Lainnya