Setelah mengetahui bahwa ada tumor di tubuhnya, Feby yang awalnya tidak ingin memeriksakan diri ke rumah sakit akhirnya memasrahkan diri.
Dirinya memutuskan untuk mencari tahu apakah tumor yang dideritanya memiliki dugaan sebagai tumor ganas atau tidak.
"Kalau seandainya ganas itu gue harus operasi angkat rahim. Tapi kalau misalnya jinak, hanya akan diambil sebelah kanan, karena kiri masih bagus, abis itu dipertahankan. Tapi ternyata ganas," ujarnya.
Menderita sakit yang serius dan membahayakan nyawa membuat pandangan Feby terhadap Tuhan dan kehidupan menjadi berubah.
Pada awalnya Feby merasa bahwa Tuhan hanya sebagai penyedia untuk dirinya yang bisa mengambulkan keinginannya sebagai seorang manusia.
"Kita selalu diajar God is provider, tapi cuma sekedar itu aja. Jadi kita tuh menganggap Tuhan sekedar penyedia aja."
"Eh Tuhan, gue mau giniloh, tolong kabulin. Gitu. Dulu gue mikir gitu. Gue berharap terjadi sebuah keajaiban berdasar kemauan gue sebagai manusia," tuturnya.
Bukan hanya spiritualitas yang berubah sejak mengidap kanker, namun pribadi dari Feby juga mendadak berubah.
Dirinya mengaku dulu dia adalah seorang yang sangat pendendam dan memiliki pola pikir yang tidak sehat.
"Pola pikir gue. Banyak dendam gue. Jujur sih gue pendendam," ungkap Feby.
Setelah merasakan penderitaan yang cukup lama dan merasa sudah diberikan teguran oleh yang di atas, akhirnya Feby mencoba untuk lebih mengerti dengan sikap orang lain dan memaksa dirinya untuk berubah ke arah yang lebih baik.