"Besarnya banjir tahun ini sangat besar. Lebih dari 200.000 orang, lebih dari seperempat penduduk lokal di Unity State terpaksa meninggalkan rumah mereka sebagai akibat dari meningkatnya air banjir,” katanya melansir Newsweek pada Kamis (16/12/2021).
Menurutnya, mengacu pada catatan lokal, tidak pernah ada banjir dalam skala ini di wilayah itu sejak 1962.
Lembaga seperti Concern Worldwide bekerja tanpa lelah untuk menanggapi meningkatnya krisis kemanusiaan, (dengan bantuan keuangan dari donor seperti BHA/USAID, ECHO, GAC, EFP dan UNICEF).
Namun, menurut Sengupta, kebutuhannya jauh melebihi skala respons kemanusiaan saat ini, baik di dalam maupun di luar kamp untuk pengungsi internal."Keluarga telah mengungsi dan berlindung di tempat yang lebih tinggi, di gedung-gedung publik atau dengan tetangga atau keluarga.
Akses ke layanan dasar termasuk dukungan kesehatan dan nutrisi telah terganggu karena klinik rusak, terendam banjir, atau tidak dapat diakses."
Badan amal internasional Medecins Sans Frontieres juga sebelumnya berkomentar tentang bagaimana banjir telah menekan fasilitas kesehatan.
Mereka berkata: "Kami sangat prihatin soal malnutrisi, dengan tingkat malnutrisi akut yang parah dua kali lipat dari ambang batas WHO, dan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit kami dengan malnutrisi parah berlipat ganda sejak awal banjir."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Penyakit Misterius Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, Masih dalam Penyelidikan WHO