Terapi bau pada dasarnya adalah bentuk fisioterapi untuk indera penciuman.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas saraf di hidung sehingga dapat merespons rangsangan bau dengan lebih baik.
Kelly menerangkan, terapi bau yang dilakukan memanfaatkan sejumlah aroma berbeda dari minyak atsiri seperti mawar, lemon, cengkeh, dan kayu putih.
Aroma itu diendus pasien selama 20 detik setiap dua kali sehari hingga minimum empat bulan.
Minyak atsiri dapat diganti dengan zat beraroma kuat lain yang mungkin dimiliki di rumah seperti kopi, rempah-rempah, dll.
Kelly mengatakan, kuncinya adalah melatih indera penciuman.
Seseorang yang kehilangan kemampuan mencium bau akan memengaruhi suasana hatinya.
Hal ini membuat penderita anosmia seperti terisolasi dan kurang bisa menikmati beberapa kesenangan hidup sederhana seperti aroma makanan atau menikmati aroma tanah usai hujan.
Berita baiknya, anosmia yang berkepanjangan karena Covid-19 hanya dialami sebagian kecil kasus.
Menurut sebuah penelitian di Italia, 90% orang yang terkena anosmia, kemampuan penciumannya kembali dalam waktu sebulan.
Diperkirakan hilangnya penciuman yang tiba-tiba terkait dengan sesuatu yang disebut sindrom sumbing, yaitu ketika peradangan di saluran hidung menghalangi akses ke area hidung yang sensitif terhadap penciuman.