Akan tetapi, sampai saat ini pihaknya mengaku belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat dan akurat terkait kapan terjadinya gempa, dan di mana akan terjadi.
Baca Juga: Ribuan Cacing Bermunculan di Solo dan Klaten, BMKG Jelaskan Soal Prediksi Gempa dan Tsunami
Penelitian tersebut dianggap sebagai gambaran terburuk dalam acuan upaya mitigasi bencana demi mengurangi risiko terjadinya gempa dan tsunami.
"Skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami," ujarnya, melansir dariKompas.com.
Oleh karena itu, pihak BMKG memilinta masyarakat tetap tenang dan tidak resah.
Daryono berkata bahwa pada saat ini, masyarakat awam menduga seolah dalam waktu dekat di selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat.
Padahal, tidak demikian.
"Kita akui, informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian atau misleading," ujar Daryono.
Namun, masyarakat ternyata lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan.