GridHITS.id - Siapa sangka, menurutlembaga kajian dan advokasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) aksi protes Dinar Candy terhadap PPKM dengan memakai bikini di jalan ternyata bukan pornografi.
Sebelumnya,Dinar Candy ditangkap polisi pada Rabu (4/8/2021) karena beraksi di jalan raya dengan mengenakan bikini pada sore hari sebelumnya.
Aksi itu dilakukan Dinar Candy atas perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Saat melakukan aksinya, Dinar Candy membawa sebuah papan yang bertuliskan “Saya stres karena PPKM diperpanjang".
Polisi pun menetapkan Dinar sebagai tersangka karena mengenakan bikini di pinggir jalan karena ia diduga melakukan tindak pidana pornografi.Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik cara polisi memproses hukum disk jockey alias DJ Dinar Candy usai melakukan aksi protes perpanjangan PPKM sambil memakai bikini di pinggir jalan.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, pihaknya telah mencatat ada beberapa poin yang perlu dikritik terkait sikap kepolisian terhadap Dinar Candy.
Pertama, sikap polisi mengamankan Dinar Candy dan adiknya merupakan bentuk perampasan kemerdekaaan yang sewenang-wenang.
Dalam hukum acara pidana pada KUHAP, tidak dikenal mekanisme pengamanan tersebut.
Pengekangan kemerdekaan yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 17 KUHAP adalah penangkapan.
Namun demikian, itu pun hanya dapat dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, minimal 2 alat bukti dan harus didahului dengan perintah penangkapan.
"Pengamanan dengan ketidakjelasan status adalah bentuk perampasan kemerdekaan yang sewenang-wenang," kata Maidina melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (5/8/2021).
Kedua, langkah polisi menjerat Dinar Candy dengan UU Pornografi berpotensi mengakibatkan overkriminalisasi.
Sebab, dalam UU Pornografi yang dilarang itu adalah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU Pornografi, yang dimaksud dengan 'mengesankan ketelanjangan' adalah suatu kondisi seseorang yang menggunakan penutup tubuh, tetapi masih menampakkan alat kelamin secara eksplisit.
"Definisi ketelanjangan tersebut harus secara eksplisit menunjukkan alat kelamin. Dalam hal ini, tidak ada alat kelamin yang dipertunjukkan oleh DC (Dinar Candy)," ucapnya.
Menurut dia, apabila menggunakan bikini termasuk dalam defenisi ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, maka hal ini berpotensi mengakibatkan overkriminalisasi.
Sebab, akan berakibat semua unggahan di media sosial yang dilakukan oleh masyarakat dengan tampilan berbikini dapat dijerat dengan UU Pornografi dan UU ITE.
"Kondisi ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dan kelebihan beban pemidanaan atau overkriminalisasi," ujarnya.
Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh DC harus dilihat sebagai bentuk protes dan dilakukan di tempat umum untuk mendapatkan perhatian publik, bukan untuk menampilkan ketelanjangan atau pornografi.
Atas hal tersebut, ICJR menyerukan kepada kepolisian untuk lebih fokus pada kasus-kasus yang lebih penting, terutama dalam kondisi pandemi di mana masyarakat membutuhkan pengertian dari pemerintah, bukan pemidanaan semata.
ICJR juga menyerukan agar proses hukum terhadap Dinar Candy dihentikan dan tidak dilanjutkan karena berpotensi mengakibatkan overkriminalisasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.tv dengan judul ICJR Kritik Cara Polisi Pidanakan Dinar Candy yang Protes PPKM Pakai Bikini