Belum Usai Wabah Virus Corona, Muncul Virus Tick-Borne Marak di China yang Dikhawatirkan Bisa Masuk ke Indonesia

Minggu, 09 Agustus 2020 | 14:00
CDC.org

Belum Usai Wabah Virus Corona, Muncul Virus Tick-Borne Marak di China yang Dikhawatirkan Bisa Masuk ke Indonesia

Belum Usai Wabah Virus Corona, Muncul Virus Tick-Borne Marak di China yang Dikhawatirkan Bisa Masuk ke Indonesia

GridHITS.id -Muncul virus Tick-Borne marak di China yang dikhawatirkan bisa masuk ke Indonesia.

Seperti kita ketahui bersama jika hingga kini pandemi virus corona penyebab Covid-19 belum usai namun muncul virus Tick-Borne.

Kompas.com (WIKIMEDIA COMMONS/Daktaridudu)

Belum Usai Wabah Virus Corona, Muncul Virus Tick-Borne Marak di Chin

Disebutkan jika virus Tick-Borne merupakan infeksi yang disebabkan oleh gigitan kutu dan bisa menular dari orang ke orang.

Baca Juga: Belum Usai Corona Menyerang, Ratusan Babi di Palembang Dinyatakan Mati Terinfeksi Flu Babi Afrika, Kenali Gejala Ini Sebelum Terlambat

Baca Juga: Waspada! Pakar Ahli Ungkap Flu Babi Jenis Baru yang Melanda China Bisa Lebih Ganas dan Menular Lewat Kontak Langsung

Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (7/8/2020) sebanyak 37 orang di Provinsi Jiangsu, China Timur, didiagnosis dengan Severe Fever Thrombocytopenia Syndrome (SFTS), atau demam parah pada tahun ini.

Penyakit tersebut disebabkan oleh virus baru (Novel bunya virus) yang diakibatkan oleh tick atau kutu.

Penyakit ini kemudian disebut tick borne, atau ditularkan oleh kutu.

Dikutip dari jurnal yang diterbitkan di Science Direct, Jumat (7/8/2020), infeksi virus ini didiagnosis dengan SFTS, yang mana pasien ditandai dengan sindrom demam akut dengan suhu di atas 38 derajat celsius.

Selain itu, trombositopenia dan leukopenia kurang dari normal, khususnya yang berhubungan dengan riwayat gigitan kutu di daerah endemik.

Menurut jurnal PubMed National Library of Medicine, sejumlah peneliti di China mencoba meneliti penyebab penyakit seperti demam berdarah yang terjadi pada petani.

Berdasarkan deteksi yang dilakukan, mereka menemukan sebuah virus yang tidak diketahui dalam sampel darah orang yang terinfeksi dan dari kutu Haemaphysalis yang dikumpulkan dari anjing.

Analisis sekuens genom keseluruhan mengidentifikasi virus itu sebagai anggota baru dari Bunyaviridae atau bunya virus.

Lantas, seberapa berbahaya penyakit ini? dan apakah bisa masuk ke Indonesia? Bukan penyakit baru Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, mengatakan, penyakit yang saat ini menyebabkan tujuh kematian dan puluhan orang terinfeksi di Cina ini bukanlah penyakit baru.

"Dikenal dengan STFS virus, termasuk kategori bunyavirus dan sudah dikenal sejak 2011," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/8/2020).

Ia menuturkan, kasus pertama penyakit ini ditemukan pada 2009 dan virusnya sudah diisolasi pada 2011.

Baca Juga: Ramai Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Tangan Kanan Jokowi Tak Mau Tinggal Diam: Ini Pembodohan Namanya

Baca Juga: Ramai Kabar Virus Corona Menular Lewat Udara, 3 Hal Ini Ternyata Bisa Bawa Covid-19 Walau Berdiam di Rumah Saja

Kasus serupa juga pernah terjadi pada 2013 di Jepang, dan Korea Selatan.

Dicky mengatakan, yang harus diwaspadai dari penyakit ini adalah potensi penularan dari manusia ke manusia, artinya memiliki potensi untuk menyebar ke wilayah lain.

"Namun, dari sisi mekanisme penularannya, maka potensi adanya wabah berskala besar relatif kecil. Termasuk potensi masuk ke Indonesia relatif masih kecil," kata Dicky.

Ia menjelaskan, virus ini menular lewat paparan darah dan mukosa penderita.

Penularan juga hanya dapat terjadi lewat adanya paparan terhadap luka dan saluran pernafasan.

"Gejala yang terjadi berupa demam, batuk, dan gejala mirip flu," jelas Dicky.

"Bila melihat gejala klinis yang terlihat maka penyakit ini lebih mirip demam berdarah. Seperti demam trombocytopenia dan perdarahan, bisa berupa gusi berdarah dan bercak di kulit," imbuhnya.

Tidak perlu panik Terkait penemuan kasus infeksi tersebut, Dicky meminta semua pihak untuk tidak panik atau takut berlebihan.

Sebaliknya, ia berpendapat bahwa hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ancaman kesehatan global.

Hal ini, ia sebut, sudah diprediksi sebelumnya oleh para ahli global health security dan pandemi.

"Indonesia akan semakin memerlukan suatu sistem proteksi kesehatan yang lebih komprehensif dan mengakomodasi perkembangan terkini dan merespon ancaman masa depan," kata Dicky.

Sebagai langkah antisipasi, Dicky menyarankan untuk melakukan skrining setiap produk import dan juga orang asing yang masuk wilayah Indonesia.

Ia juga menjelaskan, skrining untuk STFS berbeda dengan Covid-19 yang menggunakan PCR (Polyemerase Chain Reaction).

Pada STFS, skrining yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, termasuk serum darah.

Selain itu, ia juga menyebut bahwa tingkat fatalitas dari penyakit ini tergolong kecil.

Namun, pada lansia yang berisiko tinggi, fatalitasnya bisa mencapai 10 persen.

Baca Juga: Ramai Kabar Virus Corona Menular Lewat Udara, 3 Hal Ini Ternyata Bisa Bawa Covid-19 Walau Berdiam di Rumah Saja

Baca Juga: Masker dan Cuci Tangan Tak Cukup Tangkal Virus Corona, Pakar Ahli Bagikan Cara Efektif Cegah Penyebaran Covid-19 Lewat Udara

Ia menjelaskan, beberapa pasien yang terinfeksi virus ini mengalami gangguan organ tubuh.

Kematian pada pasien, umumnya terjadi akibak koagulasi intravaskular dan kegagalan multi organ.

Sementara itu, pada pasien yang berhasil pulih, akan terjadi perbaikan setelah 13 hari.

Ia juga menyebut ada kemiripan antara penyakit ini dengan Covid-19, yaitu potensi terjadinya badai sitokin atau reaksi sitem imun yang berlebihan.

"Namun, harapannya seiring kondisi umum lingkungan yang lebih baik, fatality rate ini tidak sebesar dulu," kata Dicky.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Virus Tick-Borne Marak di China, Berikut Penjelasan dari Epidemiolog

Editor : Safira Dita

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya