Ramai Pemberitaan Gilang Kain Jarik, Begini Fakta Fetish Menurut Penjelasan Dokter yang Ternyata Bukan Kelainan Seksual
GridHITS.id -Begini fakta fetish menurut penjelasan dokter yang ternyata bukan kelainan seksual. Lalu?
Ya, seperti kita ketahui bersama jika baru-baru ini media sosial sedang ramai membahas pemberitaan Gilang kain jarik atau Gilang bungkus.
Pasalnya, belum lama ini ada kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang mahasiswa di perguruan tinggi Surabaya bernama Gilang.
Kasus ini menarik perhatian karena Gilang dinilai memiliki fetish membungkus orang lain dengan kain jarik atau kain batik. Itulah kenapa sosoknya disebut sebagai " Gilang Bungkus".
Kasus ini muncul setelah pihak yang mengaku sebagai salah satu korban menceritakan pengalamannya dalam sebuah utas di Twitter.
Lantas bagaimana analisis seksiolog?
Seksolog klinis Zoya Amirin menganalisis kecenderungan yang ditampilkan Gilang termasuk dalam jenis penyimpangan seksual sejenis paraphilia.
"Bahwa kemungkinan kalau melihat kecenderungannya, dia itu memiliki perilaku seksual menyimpang, sejenis paraphilia," kata Zoya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020) siang.
Zoya menjelaskan, fetish merupakan berbagai bentuk paraphilia misalnya pedofilia, exhibisionist, termasuk fetish.
"Salah satu paraphilia itu adalah fetish, di mana seorang individu merasa terangsang dengan bagian tubuh yang nonseksual atau benda-benda nonseksual," jelasnya.
Zoya memaparkan, bagian tubuh seksual adalah payudara dan alat kelamin.
Sementara benda-benda seksual adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan seksual, seperti pakaian dalam, lingerie, sex toys dan sebagainya.
Pada pemilik fetish, mereka akan merasa terangsang dengan benda atau hal-hal nonseksual.
"Dia bisa terangsang dengan pusar, ketiak, jempol kaki, betis, telapak kaki, dan masih banyak lagi fetish yang bagian tubuh nonseksual," ujarnya.
Perilaku seksual menyimpang
Lalu fetish pada benda-benda nonseksual misalnya memiliki ketertarikan yang memicu rangsangan seksual pada kain jarit, kaos kaki, selimut bayi, dan sebagainya.
"Sebenarnya fetish ini kan adalah perilaku seksual menyimpang menurut DSM (Diagnostic and Statistical Manual). Cuma (Gilang) ini saya enggak bisa diagnosis, karena saya tidak memeriksa langsung, jadi ini adalah analisis saya saja," papar dia.
Zoya menyebutkan, perilaku seksual yang tidak menyimpang bisa dipahami sebagai pertemuan secara langsung dua alat kelamin tanpa perlu membutuhkan hal-hal lain untuk bisa mendatangkan rangsangan.
"Yang disebut tidak menyimpang dari seks ya 'silaturahmi kelamin', tanpa dia harus pakai hal-hal atau benda-benda lain yang tidak ada hubungannya dengan hubungan seksual ini," sebutnya.
Padahal, untuk berhubungan badan secara normal, salah satunya bisa dilakukan dengan bersenggama.
Pemilik fetish, dikatakan Zoya ada yang di level parah atau akut, ada juga yang masih sedang atau tidak terlalu parah.
"Yang mild itu artinya gini, dia masih tetap bisa hubungan seksual, tapi pada saat melakukan hubungan seksual itu harus ada kain jarit, keringat, (objek fetish-nya)," ujar dia.
Berbeda dengan pemilik fetish yang sudah parah, maka orang itu tidak lagi merasa membutuhkan hubungan seksual, karena hasratnya bisa terpenuhi hanya dengan melihat atau menikmati hal atau objek-objek nonseksual.
"Tapi kalau sudah yang akut banget, dia enggak butuh hubungan seksualnya. Cuma dengan kain jarit, keringat, jempol kaki (objek fetish) saja dia sudah bisa orgasme, sampai ejakulasi, sebegitu terangsangnya," kata Zoya.
Mengapa fetish bisa muncul?
Zoya menyebut sebagian besar penderita paraphilia, termasuk fetish, adalah laki-laki.
Hal itu karena banyak laki-laki yang hidup di dunia dengan sistem patriarki ini perasaannya tidak bisa diakomodir, atas nama gender.
Laki-laki harus kuat, laki-laki tidak boleh menangis, laki-laki harus tegas, tidak boleh lembek, dan sebagainya.
"Ketika anak cowok tidak diakui perasaannya, sehingga dia harus melakukan sesuatu terhadap ketidaknyamanannya.
Ketidaknyamanan emosi itu biasanya dia sublimasi atau dia ubah jadi kenyamanan yang kayaknya aman buat cowok," jelas Zoya.
Dalam hal ini, laki-laki akan memilih hal-hal yang sesuai dengan peran laki-laki yang terbentuk dalam masyarakat, tidak dengan menangis, tidak dengan terlihat lemah.
"Dia harus mencari kenyamanan-kenyamanan itu untuk menolong dirinya saat merasa cemas, merasa sakit hati, perasaan-perasaan yang dia tidak sanggup dikelola," ujarnya.
Zoya menyebut perasaan tidak nyaman yang timbul dan tidak terakomodir inilah yang kemudian disublimasi dan berbuah pada munculnya berbagai gangguan, salah satunya gangguan penyimpangan perilaku seksual.
Jadi, penyebab fetish tidak hanya soal trauma masa lalu, menderita kekerasan, pemerkosaan, dan lain sebagainya.
Namun juga sebagai hasil yang terbentuk dari proses yang berjalan perlahan.
Penyimpangan seksual bukan pelanggaran kriminal
Penyimpangan tindakan seksual yang terjadi pada seseorang bukanlah sesuatu yang melanggar hukum, selama tidak disalurkan dengan cara yang salah.
Zoya memisahkannya dari cara seseorang melakukannya, apakan melibatkan paksaan terhadap orang lain, atau tidak.
"Memiliki perilaku seksual menyimpang sekali pun, kalau dia tidak memaksakan (kemauannya) kepada orang kan sebenarnya enggak apa-apa. Yang menjadi problem kan adalah ketika dia maksa," ucap Zoya.
Jika dia memaksa orang lain untuk memenuhi hasrat seksualnya yang menyimpang, di sana terjadi pelecehan seksual dan ada konsekuensi hukum.
Namun, jika hasrat seksual yang berbeda itu dilakukan dengan cara yang baik dan terkontrol, maka tidak ada masalah.
"Banyak lho fetish yang tidak melakukan pelecehan seksual, pemaksaan. Misalnya gini, perempuan dapat pacar yang shoe fetish. Dia suka banget kalau liat pacarnya pakai wedges.
Terus dia bilang 'kalau kamu pakai wedges aku lebih turn on deh', itu kan bukan bentuk pelecehan. Terus dibelikan pula wedges berwarna-warni, oke aja," ia mencontohkan.
Kuncinya adalah dilakukan dengan adanya izin, tidak memaksa, dan tidak mengintimidasi.
"Nah kalau si Gilang ini kan dia pakai manipulasi, research yang tidak sesuai pula dengan konteks kuliahnya," sebut Zoya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Mengenal Apa Itu Fetish dan Bagaimana Bisa Muncul?