Dokter Spesialis Paru Nyatakan Rapid Test Tak Efektif Deteksi Covid-19, Kok Bisa?

Sabtu, 11 April 2020 | 09:00
Freepik.com

Ilustrasi virus corona.

GridHits.id - Pandemi virus corona masih menjadi momok menakutkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Pada Jumat (10/4/2020), tercatat jumlah kasus positif virus corona menyentuh angka 3.293 dengan jumlah sembuh 252 orang, sementara korban meninggal dunia 280 orang.

Jumlah terbanyak berada di DKI Jakarta, dengan total kasus 1.706 orang, diikuti Jawa Barat dengan jumlah 376 orang.

Baca Juga: Kabar Baik di Hari Pertama PSBB, Warga Jakarta Akan Dapatkan Sederet Bantuan dari Pemprov DKI, Apa Saja?

Baca Juga: Tanah Kubur Suaminya Masih Basah, Istri Mendiang Glenn Fredly Dibuat Geram Saat Ada yang Lakukan Hal Ini Pada Putri Kecilnya

Mulai hari ini, Jakarta sudah menerapkan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar demi menekan angka penularan virus corona.

Jawa Barat juga dikabarkan mengajukan hal serupa mengingat daerah tersebut ada di posisi dua terbanyak kasus Covid-19.

Seperti kita tahu, Indonesia tidak melakukanlockdowndanmemilih melakukan penanggulangan virus corona melalui rapid test.

Namun, tidak semua orang dianjurkan melakukan rapid test, melainkan hanya ODP dan PDP atau mereka yang berkontak langsung dengan pasien positif.

Melansir dari kanal Youtube 'Deddy Corbuzier', seorang dokter spesialis paru mengungkap hal mengejutkan tentang rapid test ini.

Tidak lain adalah dr. Erlina Burhan, S.p.P(K) yang menjadi narasumber Deddy Corbuzier membahas virus corona.

Deddy menyinggung angka kematian Covid-19 di Indonesia yang mencapai 10 persen, lebih tinggi dari negara lain yang hanya 4-5 persen.

"Kenapa bisa 10 persen? Karena kita under detection (tidak terdeteksi), banyak yang bilang contoh itu Korea Selatan, mereka tidak melakukan pembatasan tapi mereka mendeteksi banyak banget," kata dr. Erlina.

Baca Juga: Air Mata Masih Menetes di Pipi, Keluarga Glen Fredly Marah karena Ada Oknum Tega Lakukan ini Pada Almarhum

Baca Juga: PSBB Berlaku Hari Ini, Sejumlah Layanan Transportasi Menghilang dari Aplikasi, Berhenti Beroperasi?

Deddy kemudian mengungkit ucapan dr. Erlina tentang membeli rapid test hanya membuang-buang uang saja.

Dokter Erlina Burhan kemudian mengatakan kalau alat yang dipakai di Korea Selatan bukanlah rapid test, tapi swab test menggunakan PCR.

"Di Korea pakai PCR, jadi menurut saya lebih baik PCR ini yang diperbanyak," kata dr. Erina.

"Karena nggak semua orang bisa drive thru, artinya pakai mobil itu hanya untuk kelompoktertentu, kita bikin posko istilahnya, pelayannnya gratis tinggal mangap (buka mulut), nanti ada data," jelasnya.

Ia pun mengemukakan alasankenapa rapid test dinilai tidak efektif untuk mendeteksi Covid-19 di Indonesia.

"Kalau saya ditanya, bersama teman-teman di perhimpunan, organisasi profesi dokter-dokter, kita mengatakan ini kadung (terlanjur) udah dibeli," kata dr. Erlina.

"Kalau kadung sudah dibeli artinya dokter mengatakan ini tidak berguna dong?" potong Deddy.

Baca Juga: Dikenal Selalu Peduli Terhadap Orang Lain, Tompi Ungkap Cita-cita Glenn Fredly Satu Ini, Apa?

Baca Juga: Bak Firasat, Sang Ayah Ungkap Permintaan Terakhir Sebelum Glenn Fredly Meninggal Dunia: Dia Minta Sampai 20 Kali

"Kalau saya pribadi dan perhimpunan mengatakan lebih baik PCR yang diperbanyak, dibanding rapid test ini, karena dia men-detect antibodi, dan antibodi itu terbentuk enggak dari awal, setelah 7 hari atau setelah ada gejala," jelas dr. Erlina.

Karena baru bisa mendeteksi ketika gejala sudah muncul itulah, dr. Erlina menilai kalau alat tersebut kurang efektif.

"Kalau positif juga belum tentu Covid-19, bisa aja corona biasa, soalnya alurnya kalau positif diuji PCR, kalau negatif diulang lagi, nah kalau saya berpikir ini kalau diulang ujung-ujungnya PCR kan nambah lagi biaya, waktu, mestinya PCR diperbanyak," tukasnya.

Tag

Editor : Safira Dita

Sumber YouTube