Tak Ada Korban Anak karena Corona di Italia, di Indonesia Malah Berjatuhan, Ternyata ini Sebabnya!

Rabu, 08 April 2020 | 11:57
freepik

Ilustrasi anak-anak

Tak Ada Korban Anak karena Corona di Italia, di Indonesia Malah Berjatuhan, Ternyata ini Sebabnya

GridHits.id - Ternyata Virus Corona SARS-CoV-2 menjadi ancaman serius pada bayi dan anak Indonesia.

Bahkan beberapa nyawa anak Indonesia direnggut Covid-19.

Di Italia, negara yang paling banyak warganya meninggal akibat Covid-19, yang hingga Selasa (7/4/2020)sudah mencapai16.523 orang, tak satupun anak yang jadi korban.

Di China, negara pertama yang mengalami Virus corona, berdasarkan data jurnal medis The Lancet di akhir Maret, hanya ada dua kematian anak di China.

Baca Juga: Mengaku Bisa Panggil Malaikat dan Nabi, Ningsih Tinampi Santer Akan Dinikahi Pria Kaya, Serius?

Baca Juga: Imbas Virus Corona Ratusan Karyawan Ramayana Kena PHK, Dinas Tenaga Kerja Buka Suara

Kontras dengan Indonesia.

Setidaknya seorang anak berusia tiga tahun dan seorang anak lainnya di Jakarta meninggal dunia akibat positif terinfeksi virus corona.

Sementara seorang anak berusia 11 tahun meninggal di Pamekasan, Jawa Timur, juga akibat Covid-19, berdasarkan data IDAI.

Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, tidak ada kasus anak meninggal yang murni akibat virus corona.

Yuri mencontohkan kasus di Pamekasan adalah kasus kematian anak akibat demam berdarah yang diperburuk Covid-19.

Baca Juga: Penting! Catat Baik-baik Tata Cara Mendapat Bantuan Langsung Tunai dari Pemerintah

Baca Juga: Jabatan Mulan Jameela Sebagai Anggota Dewan Kembali Disenggol Setelah Pamer Rumah Mewahnya Bak Bangunan Eropa yang Direnovasi di Tengah Pandemi Covid-19

Ketua IDAI, Aman Bhakti Pulungan, mewanti-wanti Indonesia tidak bisa memandang enteng kasusCovid-19 pada anak.

Aman mengatakan angka kematian anak di Indonesia sudah tinggi akibat penyakit pneumonia, yang disebutnya pembunuh anak nomor satu di Indonesia.

"Tanpa adaCovid-19 saja,pneumonia ini sudah pembunuh nomor satu di Indonesia.

Sebagian besar,pneumonia yang ada saat ini adalah karena bakteri,Covid-19 ini kan karena virus," jelas Aman.

"Tapi kalau dia (si anak) terinfeksi Covid-19, kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri akan tambah besar.

Berdasarkan data UNICEF, lebih dari 19.000 balita di Indonesia meninggal karenapneumonia di 2018 atau lebih dari dua anak setiap jam.

Mengapa angkapneumonia anak di Indonesia tinggi?

Aman, yang juga anggota Komite Eksekutif Asosiasi Internasional Dokter Anak, mengatakan tingginya angkapneumonia anak di Indonesia disebabkan beberapa faktor, antara lain sanitasi yang buruk dan polusi asap rokok.

Baca Juga: Selain Bantuan untuk Warga DKI Jakarta, Presiden akan Berikan BLT ke Warga Indonesia, Tapi Ada Syaratnya

Baca Juga: Kasus Hukumnya Lama Terkubur, Begini Nasib Keluarga Gen Halilintar Usai Dituntut Ganti Rugi Sebesar Rp9,5 Miliar

Rendahnya angka vaksinasi, seperti vaksinasi campak, juga dapat memicupneumonia.

Karenanya, ia meminta pemerintah mempertimbangkan faktor itu.

"Jangan (diperbandingkan) data anak di China atau Malaysia… itu negara yang data kematian anak karena pneumonia-nya nggak ada lagi. Segala aspek ini harus kita liat," ujar Aman.

"Kita bisa lost generation (kehilangan generasi muda)… terlalu banyak loss yang kita dapat kalau keadaan ini dibiarkan," ujarnya.

Apakah anak-anak lebih kebal Covid-19?

Konsultan respirologi anak, Prof. Cissy B. Kartasasmita, yang juga anggota IDAI, mengatakan daya tahan tubuh anak akan membantu mereka menghadapi Covid-19.

"Ketika daya tahan tubuh mereka bagus, penyakit akan sembuh sendiri (self-limiting)," ujar Cissy.

Daya tahan tubuh, tambah kata Cissy, dipengaruhi pula oleh nutrisi seimbang hingga kebersihan.

Baca Juga: PSBB Mulai 10 April, Anies Baswedan Minta Masyarakat Untuk Tidak Lakukan Hal-hal Ini Lagi

Baca Juga: Sadis! Mertua Tega Bakar Menantunya Sendiri Karena Tak Kunjung Beri Cucu

Ia mengatakan tim medis dan peneliti masih memperdebatkan soal faktor lain yang disebutnya sebagai 'reseptor pada anak'.

"Reseptor itu bagian sel kita yang seperti 'jendela' untuk virus itu masuk memperbanyak diri dalam sel. 'Jendela' itu, apa sama banyak di tubuh anak, seperti di orang dewasa atau belum berkembang sempurna? Ini masih diteliti," ujarnya.

Ia mengatakan sejumlah pihak yakin reseptor pada tubuh anak lebih sedikit jumlahnya sehingga mereka lebih jarang sakit ketika terinfeksi Covid-19.

"Tapi mereka masih mempunyai virus di nasofaring, di belakang hidungnya, di mulutnya, sehingga tetap bisa menularkan. Itu yang carrier," ujarnya.

'Jumlah tes sedikit'Sementara itu, jumlah tesCovid-19 yang dinilai sedikit dibanding dengan populasi masyarakat bisa memperburuk penularan di antara anak, ujar Anggraini Alam, Dokter Anak di Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung, yang pernah merawat bayi berusia 1,5 bulan yang positif corona.

Hingga Senin (06/04/2020), Kementerian Kesehatan baru memeriksa sekitar 11.200 spesimen, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang setidaknya sudah memeriksa lebih dari 250.000 orang.

Oleh karena itu, Anggraini menyarankan para orang tua untuk menjaga anak tetap di rumah dan mengawasi jarak aman mereka atau social distancing, mengingat masker ukuran anak jarang dijual.

Baca Juga: Gemas Banyak yang Masih Anggap Enteng Covid-19, Boy William Beri Peringatan Keras dengan Cara Unik dan MenggelitikBaca Juga: Kembali Beri Kabar Gembira, Profesor Asal Indonesia Tegaskan Wabah Corona Bisa Berakhir di Akhir April Namun dengan Syarat

"Masker anak siapa yang punya? Anak-anak dipakaikan masker nggak betah, dan masker nggak mengganti social distancing. Lebih baik anak nggak usah keluar," ujarnya.

Ia lanjut menyarankan anak hanya dibawa ke rumah sakit atau ke dokter jika mengalami kondisi darurat seperti diare, kejang, atau muntah-muntah.

Sementara itu, konsultan respirologi anak, Prof Cissy B. Kartasasmita, mengatakan ia berharap pemerintah dapat membuka data anak yang positif terkena Covid-19.

Tag

Editor : Saeful Imam

Sumber Tribunmedan.com