GridHITS.id - Nama hacker semakin populer seiring dengan pesatnya dunia digital.
Seorang hacker seolah menjadi dua sisi mata uang.
Di satu sisi seorang hacker adalah seorang yang pintar bahkan jenius.
Ia harus menguasai beberapa keahlian terkini untuk meretas sebuah sistem atau situs yang digawangi beberapa pakar IT.
Artinya, ia harus lebih pintar dari pembuat sistem itu.
Sayangnya, hacker juga dianggap sebagaikriminal.
Berapa banyak situs dan sistem keamanan website yang dibobol oleh para hacker, kemudian ia mendapatkan keuntungan dari tindakannya itu.
LULUSAN SMK BISA BOBOL
Dilansir GridHITS.id dari kompas.com, Tim Siber Ditreskrimus Polda Jawa Timur berhasil menangkap dua pelaku penipuan digital (scammer) asal Indonesia yang mencuri dana dengan jebakan situs bansos Covid-19 milik pemerintah Amerika Serikat.
Penipuan dilakukan dengan cara membuat situs bantuan Covid-19 palsu yang serupa dengan situs resmi milik pemerintah AS, yang digunakan untuk mencuri data pribadi warga negara AS.
Kedua pelaku bernisial SFR dan MZMSBP bersekongkol membuat situs web palsu atau scampage yang meniru sitsu web resmi bantuan sosial Covid-19 milik pemerintah AS.
Pelaku memanfaatkan program Pandemic Unemployment Assistance (PUA), yaitu bantuan ekonomi dari pemerintah AS bagi warga yang menganggur karena pandemi.
Kombes Farman, Direktur Reskrimsus Polda Jawa Timur mengatakan bahwa kedua tersangka sudah beroperasi sejak Mei 2020.
Barulah di tanggal 1 Maret 2021, petugas Siber Distreskrimsus Polda Jatim memergoki aksi pelaku di Surabaya.
Polda Jatim menemukan skrip scampage di dalam laptop MZMSBP.
Diketahui, MZMSBP merupakan pembuat situs web palsu dan SFR bertindak sebagai penyebar yang menggunakan software untuk mengirimkan SMS blast ke warga negara 20 juta warga negara AS.
Di SMS tersebut, terlampir tautan yang mengarah ke situs bantuan sosial Covid-19 palsu yang telah dibuat MZMSBP.
Dari 20 juta SMS yang dikirim, sebanyak 30.000 warga negara AS merespons dengan mengisi formulir yang telah disediakan pelaku.
Mereka juga melampirkan data diri mereka yang kemudian dikumpulkan oleh SFR.
Data tersebut kemudian diserahkan SFR ke pelaku lain berinisial S yang saat ini masih berstatus DPO (daftar pencarian orang).
Dihimpun KompasTekno dari situs resmi Polres Mojokerto, Jumat (16/4/2021), tersangka S yang kini tengah dalam pencarian diduga adalah warga negara India.
Data diserahkan SFR ke S melalui WhatsApp dan Telegram.
Tersangka S menggunakan data pribadi warga negara AS tersebut untuk meminta bantuan ke pemerintah AS lewat program PUA.
Menurut kebijakan program tersebut, setiap warga negara yang terdaftar berhak mendapatkan bantuan senilai 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 30 juta (kurs Rp 14.600).
"Diperkirakan ada 60 juta dollar AS (sekitar Rp 875 miliar) yang sudah didapat. Uang dari pemerintah AS itu masuk ke terduga pelaku yang saat ini masih DPO," jelas Kombes Farman dalam wawancara di KompasTV.
"Untuk dua orang yang sudah ditangkap, mendapatkan 30.000 dollar AS (sekitar Rp 437 juta) per bulan," imbuh Farman.
Menurut Farman, MZMSBP memiliki kemampuan untuk membuat situs web palsu.
Sementara satu pelaku lain, SFR, adalah lulusan salah satu SMK di Jawa Timur.
Farman menambahkan bahwa kedua pelaku cukup sering terlibat dalam kasus penipuan serupa.
"Kedua orang ini menjadi salah satu yang menjadi sorotan kami, karena beberapa kali kami melakukan penyelidikan, ada kaitannya dengan dua tersangka ini," jelas Farman.
Polda Jatim melakukan penyelidikan selama tiga bulan dengan koordinasi ke Mabes Polri dan Biro Investigasi Federal (FBI) di AS.
Farman mengatakan Polda Jatim masih terus melakukan pendalaman dan berkomunikasi dengan FBI karena kasus ini menyangkut warga negara AS.
"Kita masih lakukan kerjasama (dengan FBI) karena kita masih perlu melakukan penangkapan terhadap satu terduga pelaku yang saat ini masih DPO," kata Farman.
Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam dijerat dengan pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP, Mereka menghadapi ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Scammer Indonesia Curi Rp 875 MIliar dari Bansos Covid-19 Amerika"