GridHITS.id- Seorang anak yang terkena gempa bumi seperti di Malang bisa memberikan efek trauma.
Maka penting memberikan pengertian pada buah hati mengenai bencana alam seperti gempa bumi.
Sebelumnya, gempa bumidi Malang terjadi pada Sabtu (10/4/2021) dengan magnitudo 6,7 skalarichter.
Bahkan gempa bumi di Malang ini juga dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta dan Lombok.
Selain itu, ada banyak lagi potensi bencana alam lain yang akan dihadapi di masa depan seperti angin kencang, banjir, atau longsor.
Lantas,bagaimana sebaiknya sikap orang tua pada anak saat bencana alam?
Gempa bumi di Malang dengan magnitudo 6,7 skala richter bisa membuat seorang anak trauma.
Oleh karena itu, sikap orangtua pada anak saat bencana alam menjadi penting.
Berkaca dari gempa bumi di Malang,bagaimana sebaiknya sikap orang tua pada anak saat bencana alam?
Dr Andrea Baldwin dari Queensland Centre for Perinatal and Infant Mental Health, Australia mengatakan, perlu sikap khusus dari orang tua untuk membantu anak menyiapkan diri, menghadapi dan pulih dari trauma pasca bencana alam.
Ia mencontohkan, banjir yang mendera Queensland pada 2011 lalu membuat banyak anak kecil stres.
Mereka menyadari ada banyak hal di luar kendali dan bereaksi dengan banyak cara berbeda.
"Ada peningkatan gejala klinis yang pasti, gelisah, tak mau lepas dari orang tua, megamuk, cemas akan perpisahan dan sikap menentang orang tua," ucapnya.
Karena itu, kita harus cermat membicarakannya dengan anak untuk membantu mereka mengatasi trauma.
Selain itu, pemahaman sejak dini bisa menjadi mitigasi bencana yang membuat mereka menjadi pribadi yang lebih siap.
Ada tiga cara yang bisa dilakukan orangtua untuk menemani anak setelah mengalami bencana alam yakni:
1. Mempertahankan rutinitas
Gempa bumi di Malang terjadi saat siang hari dan banyak anak sedang menjalani jadwal tidur siang.
Namun tidur siang tersebut rusak karena getaran kencang sehingga mengejutkan sang buah hati.
Maka, dokter Baldwin menyarankan untuk tetap mempertahankan tidur siang pasca bencana.
Lakukan rutinitas seperti biasa termasuk soal jenis aktivitas maupun waktunya dan cara ini akan menjadi fase penyembuhan bagi anak.
Pada masa itu, bebaskan anak mengekspresikanperasaannya tentang bencana yang dialami.
Tujuannya untuk melepaskan stres anak terhadap situasi traumatis yang belum lama mereka alami.
2. Lebih sabar
Anak bisa saja bertingkah lebih ekstra pasca bencana maka orang tua sebaiknya lebih sabar.
DokterBaldwin mengatakan sikap ini hanya sementara sehingga akan menghilang seiring waktu.
Ajak anak memahami kejadian yang dialami karena kadang anak-anak memiliki pola pikir yang ajaib.
Mungkin saja anak kira gempa di Malang terjadi karena adanya Godzilla, efek dari tayangan yang dinikmati.
Antisipasi pula pikiran bencana terjadi karena kesalahan yang mereka perbuat.
3.Kurangi paparan media
Anda sebaiknya membatasi akses anak terhadap media terutama berita soal bencana alam yang sedang terjadi.
Hal ini membuat anak berpikir bencana alam akan terjadi lagi dan memperparah traumanya.
Steven Berkowitz, Ketua Persoalan Bencana dan Trauma di American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, mengatakan ada kecenderungan orangtua dan anak terpaku pada berita buruk itu.
"Tindakan ini tidak baik efeknya untuk anak-anak karena mereka tidak memahami segalanya, dan itu membuat kewalahan," katanya.
Matikan televisi dan atur gadget agar tidak menayangkan terlalu banyak konten bencana.
Dengan cara ini, anak akan menyadari jika ada akhir dari kejadian buruk yang dirasakan dan bukannya malah terus terjebak dari perasaan yang sama.