Fotokita.net - Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yangmembuka keran eskpor benih lobstermenimbulkan pro dan kontra.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodipuro, salah satu pihak yang setuju dengan dibukanya keran ekspor benih lobster.
Tak hanya menyatakan dukungannya pada Edhy Prabowo, Darori juga menyinggung keterlibatan mantan menteri.
Ia menyebut jika polemik saat ini masih ada campur tangan dari menteri lama yang belum rela melepaskan jabatannya.
Sebagai penggagas aturan yang melarang ekspor baby lobster, eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti sebelumnya menyatakan keberatan jika akhirnya ekspor dibuka kembali.
Saat masih menjabat Menteri KKP, kala itu Susi mengaku khawatir besarnya ekspor benih lobster ke Vietnam akan membuat kerusakan ekologi.
Tingginya permintaan benih lobster dari Vietnam membuat benih lobster dieksploitasi lewat penangkapan besar-besaran.
Padahal, kata Susi, jika benih lobster atau benur dibiarkan hidup di laut bebas, bisa bernilai sangat tinggi saat lobster dewasa ditangkap nelayan pada masa mendatang.
Pasca-kritikan Susi, Edhy Prabowo menegaskan bahwa pihaknya baru mengkaji soal wacana membuka ekspor benih lobster.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali kritik kebijakan ekspor benih lobster. Saat masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti melarang ekspor benih lobster.
Kali ini,Susi Pudjiastuti menyoroti Penerimaan Negara Bukan Pajak / PNBP eskpor benih lobster yang kecil. Sesuai PP 75 Tahun 2015, tarif PNBP ekspor benih lobster / benih krustacea adalah Rp 250 per 1.000 ekor benih lobster.
Dua perusahaan pengekspor (eksportir) benih lobster, yakni PT ASL dan PT TAM mengekspor masing-masing 37.500 ekor dan 60.000 ekor benih lobster.
Artinya, bila 37.500 ekor benih lobster dikali Rp 250 per 1.000 ekor, negara hanya menerima PNBP ekspor benih lobster sekitar Rp 9.375 dari satu kali ekspor.
Sementara dari PT TAM, negara hanya menerima PNBP ekspor benih lobster Rp 15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor.
"PNBP ekspor bibit lobster Rp 250 per 1.000 ekor. Satu kali ekspor dapat satu bungkus rokok masuk ke rekening negara," sentil Susi dalam unggahan di akun Twitternya, Kamis (25/6/2020).
Bahkan Susi membandingkan PNBP ekspor benih lobster dengan harga rempeyek udang rebon. Menurutnya, PNBP ekspor benih lobster tak lebih besar dari harga peyek udang rebon yang harganya sudah di atas Rp 1.000 per buah.
"Harga peyek udang rebon satu biji saja tidak dapat itu Rp 1.000. Ini lobster punya bibit, lho," sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan ekspor benih lobster dikenakan pajak dan besarannya tergantung margin penjualan.
PNBP ekspor benih lobster disesuaikan dengan harga pasar.
Dia ingin, pemasukan bagi negara terus berjalan sembari menunggu budidaya di dalam negeri siap.
Bila kemampuan budidaya di Indonesia semakin baik, otomatis benih yang ada dimanfaatkan sepenuhnya untuk kebutuhan pembudidaya di dalam negeri. Artinya, ekspor benih lobster tidak terus menerus dilakukan.
"PNBP ekspor benih lobster ini sangat transparan, lho. Hanya mereka yang mengekspor saja yang bayar, bukan nelayan atau yang cuma berbudidaya. Aturan PNBP pun disesuaikan dengan harga pasar," terang Edhy.
KKP, kata Edhy, memiliki alasan untuk ekspor benih lobster. Alasan utamanya adalah membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat dilarangnya ekspor benih lobster.
Larangan itu diatur dalam Permen KP 56/2016 pada masa Susi Pudjiastuti.
Peraturan menteri pada masa Susi akhirnya diubah menjadi Permen KP Nomor 12 Tahun 2020.
Edhy pun menepis, ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi.
"Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan. Karena penangkap benihnya kan nelayan.
Terdapat 13.000 nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster.
Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan.
Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," papar Menteri KKP Edhy.
Susi Pudjiastuti pun angkat bicara terkait hal tersebut.
Mantan Menteri KKP itu memberikan tanggapannya melalui akun Twitter miliknya,@susipudjiastuti, Senin (6/7/2020).
Tampak Susi mengomentari sebuah artikel yang dimuat di salah satu media online.
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwaDarori Wonodipuro setuju dengan kebijakan Edhy Prabowomembuka keran ekspor benih lobster.
Tak ingin banyak berkomentar, Susi hanya menyertakan emoji tepuk tangan pada cuitannya tersebut.
Namun, tak lama kemudian ia kembali memberikan tanggapannya.
Diakui Susi, ia tidak rela jika bibit lobster diekspor.
Susijuga menegaskan jika ia sebagai rakyat biasa yang tidak rela bibit lobster tersebut diekspor.
"Saya memang tidak rela bibit lobster diekspor. Saya rakyat biasa yang tidak rela bibit diekspor," tulis Susi.
Pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, ada dugaan nepotisme di balik keterlibatan beberapa kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dalam daftar calon eksportir benih lobster yang telah diverifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Menurut saya, tindakan tersebut tidak hanya bentuk konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan, tapi juga bentuk tindakan nepotisme yang melanggar UU 28 Tahun 1999," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Senin (6/7/2020).
Dalam undang-undang itu, nepotisme diartikan sebagai perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Donal mengatakan, rencana Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merevisi aturan larangan ekspor benih lobster telah menjadi kontroversi sejak awal.
Sebab, banyak pihak yang sudah mencurigai rencana Edhy merevisi aturan yang dibuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu.
Menurut Donal, terungkapnya nama-nama politikus Gerindra yang masuk daftar calon eksportir benih lobster seolah membuktikan kecurigaan itu.
"Sekarang motif tersebut mulai terlihat dari sejumlah calon eksportir yang menerima izin berasal dari kelompok terafiliasi dengan menteri," ujar Donal.
Ia pun meminta Edhy untuk tidak berkilah dengan menyatakan nama-nama calon eksportir itu ditentukan oleh tim yang dibentuk KKP.
"Menurut saya, keputusan tersebut pada akhirnya akan tergantung menteri untuk menentukan eksportir. Terlalu naif kalau menyebutkan diputuskan oleh tim seolah menteri tidak mengetahuinya," kata Donal.
Penunjukan perusahaan pengekspor benih lobster kembali menuai polemik. Dalam beberapa pemberitaan, sejumlah politikus disebut-sebut menduduki jabatan tinggi di perusahaan yang jadi calon eksportir benih lobster.
Bahkan, mantan pelaku penyelundupan benih lobster juga disebut ikut mendaftarkan perusahaannya menjadi salah satu eksportir benih lobster.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, surat perintah pemberian izin eksportir bukan ada di tangannya.
Surat perintah diterbitkan oleh tim yang terdiri dari Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya, dan BKIPM. Tim juga melibatkan Inspektorat Jenderal dan diawasi oleh Sekretaris Jenderal.
Selama tim tidak mengikuti kaidah, Edhy menegaskan tak segan-segan mencabut izinnya.
"Yang memutuskan juga bukan saya, (tapi) tim. Tapi ingat, tim juga saya kontrol agar mengikuti kaidah," papar Edhy dalam raker bersama Komisi IV DPR RI, Senin (6/7/2020).
Ia pun mengaku siap dikritik karena adanya keterlibatan beberapa kader Partai Gerindra dalam daftar calon eksportir benih lobster yang telah diverifikasi.
"Kalau memang ada yang menilai ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah.
Saya siap dikritik tentang itu. Tapi, coba hitung berapa yang diceritakan itu? Mungkin tidak lebih dari lima orang atau dua orang yang saya kenal.
Sisanya 26 orang (perusahaan) itu, semua orang Indonesia," kata Edhy.
(Kompas.com)