Bantah Wilayahnya Masuk Zona Hitam, ini Sanggahan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa : Kenapa Kok Masuk Hitam
GridHITS.id - Beberapa waktu lalu masyarakat dihebohkan dengan kota-kota di Jawa timur yang ditandai dengan warna hitam oleh Gugus Tugas Covid-19.
Dari pantauan, hanya kota-kota di Jawa Timur yang masuk zona hitam.
DKI Jakarta yang memiliki pasien positif tertinggi tak ada zona hitam.
Sebelum membahas itu, kita bahas kasus positif covid-19 terbaru di kota itu.
Update Virus Corona di Kota Surabaya dan Jawa Timur (Jatim) hari ini Rabu 3 Juni 2020, sebaran kasus positif COVID-19 masih terus bertambah.
Data yang masuk hingga Selasa (2/6/2020) malam, positif Covid-19 di Surabaya mencapai 2.748 kasus.
Sedangkan total di Jawa Timur bertambah 194 kasus, atau menjadi 5.132 kasus positif Covid-19.
Itulah mengapa Kota Surabaya kini menjadi zona hitam, bukan lagi zona merah.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pun memberikan penjelasan soal Surabaya 'zona hitam'.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma juga memberikan jawaban kenapa kasus positif Corona di wilayahnya tercatat tinggi.
Seperti diketahui, dalam peta sebaran Covid-19 di Jawa Timur, Kota Surabaya terlihat seperti berwarna hitam sejak empat hari terakhir.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi mengatakan, warna hitam menunjukkan kasus Covid-19 di daerah tersebut lebih dari 1.025 kasus.
"Semakin banyak catatan kasusnya, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna hitam," ujar Joni di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (2/6/2020).
Di peta sebaran, warna lain yaitu merah pekat terdapat di wilayah Kabupaten Sidoarjo dengan 683 kasus dan Kabupaten Gresik 183 kasus.
Di peta sebaran yang terdapat batas wilayah 38 kabupaten dan kota, semua berwarna merah.
Kepekatan warna merah tergantung jumlah kasus yang ada di daerah tersebut.
Hingga Selasa malam, kasus covid-19 di Jawa Timur bertambah 194 kasus, atau total menjadi 5.132 kasus.
Tambahan 194 kasus berasal dari Surabaya 115 kasus, Sidoarjo 19 kasus, Bangkalan dan Sampang masing-masing 11 kasus, Lamongan, Tuban, dan Pamekasan masing-masing tujuh kasus, Gresik dan Kabupaten Kediri masing-masing lima kasus, Kabupaten Mojokerto tiga kasus, serta Kabupaten Pasuruan dan Jember masing-masing dua kasus.
Pasien sembuh bertambah 100 orang atau totalnya menjadi 799 kasus. Sedangkan pasien meninggal bertambah 11 pasien atau menjadi 429 pasien.
Total Orang Dalam Pantauan (ODP) mencapai 24.923 orang dan Pasien Dalam Pantauan (PDP) 6.754 pasien.
Khofifah sebelumnya sempat menanggapi perihal kondisi Kota Surabaya yang masuk kategori zona membahayakan ini.
"Tadi ada yang tanya kok masuk hitam, kenapa di Surabaya kok masuk hitam, itu merah tua. Yang bikin pewarnaan ini mas dokter Jibril, jadi ada warna-warna merah tua, ada merah maron, dan merah-merah biasa," terang Khofifah, Senin (1/6/2020) malam.
Dari penjelasan Gubernur Jatim dapat disimpulkan, warna itu bukan hitam melainkan warna merah tua.
Menurut Khofifah, warna pada peta sebaran itu muncul dari angka yang terkonfirmasi covid-19, sehingga semakin banyak angka positif virus Corona, maka warna di peta sebaran akan semakin tua.
"Kalau misalnya Sidoarjo 513 sampai 1024, maka warnanya semakin tua. Kalau angka di atas itu, maka warnanya merah tua sekali.
Kenapa ada perbedaan warna, karena melihat perbedaan secara kuantitatif, jadi yang terkonfirmasi positif di masing-masing daerah," papar Khofifah.
Surabaya saat ini masih menjalani status PSBB Surabaya Raya Tahap 3.
PSBB Surabaya Raya Tahap 3 berlangsung hingga Senin (8/6/2020) mendatang.
Penjelasan Risma
Saat di acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (1/6/2020), Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau Risma menanggapi penyebab virus Corona di daerahnya begitu banyak.
Risma mengatakan bahwa Surabaya banyak kasus virus Corona karena banyaknya tes yang dilakukan.
Ia menjelaskan bahwa semua orang yang kemungkinan memiliki potensi terjangkit virus Corona langsung dites.
"Jadi tadi saya sampaikan begitu kami punya alat maka pasien yang masuk ODR (Orang Dalam Risiko), OTG (Orang Tanpa Gejala), ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan) langsung kita tes semua."
"Kalau kita delay satu minggu, maka dia bisa menular meskipun sudah dikarantina, menular di keluarganya," jelas Risma.
"Mungkin dulu hanya satu di keluarga itu, tapi kemudian karena dia satu rumah tidak dipisahkan, karena kita tidak punya alatnya bahwa dia memang positif, dia kita isolasi karena masuk di kelompok tadi."
"Nah begitu kita tes, maka kemudian yang kita isolasi menjadi confirm, menjadi positif."
"Nah itulah yang tadi saya sampaikan kenapa menjadi besar," jelasnya.
Risma mengatakan Pemkot Surabaya juga telah banyak melakukan rapid test massal.
Jika ada warga yang reaktif covid-19, maka orang itu akan ditempatkan di sebuah hotel.
"Maka kemudian kita lakukan semua dengan rapid test nah sekarang kita sudah punya alatnya, kemudian kita pisah begitu dia reaktif."
"Setelah dia kita pisah kita lakukan swab," katanya.
Jika hasil swab positif tanpa gejala maka para pasien akan ditempatkan di asrama haji.
Sedangkan bagi yang sakit harus segera dirawat di rumah sakit.
Pakar Ungkap Dugaan Mengapa Corona di Surabaya dan Jatim Tinggi
Jawa Timur kini dikhawatirkan menjadi pusat penyebaran baru virus Corona di Indonesia.
Kasus virus Corona di Jawa Timur berada di bawah DKI Jakarta yang masih menjadi provinsi dengan jumlah terbanyak covid-19.
Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin PNF, Professor Choirul Anwar Nidom angkat bicara melalui acara Metro Pagi Prime Time pada Jumat (29/5/2020).
Profesor Nidom mengatakan, hal itu terjadi karena berbagai faktor.
Bisa saja kasus virus Corona di Jatim memang benar-benar tinggi.
"Jadi melihat data dari keadaan Surabaya khususnya atau Jawa Timur secara umum itu harus komprehensif meilihatnya tidak hanya melihat peningkatan jumlah kasus itu saja."
"Jadi memang bisa bahwa data itu menunjukkan bahwa masih tingginya kasus di Jawa Timur dan Surabaya," ujar Prof Nidom.
Selain itu, bisa jadi kasus virus Corona di Jawa Timur ini tinggi karena memang jumlah pengecekan lebih tinggi dari daerah lain.
Apalagi selama ini belum ada perbandingan jumlah orang yang dites antara daerah satu dengan lainnya.
"Tapi bisa juga karena aktifnya pengujian sehingga jumlah diuji itu besar, otomatis prosentase jumlah yang positif itu akan meningkat."
"Selama ini belum ada perbandingan dari sekian itu berapa jumlah yang disampling," jelas Nidom.
Sehingga, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa daerah lain bisa jadi juga sama banyaknya dengan Jatim.
"Apakah sama yang disampling dengan daerah-daerah lain sehingga Surabaya tampak sebagai episentrum."
"Mungkin saja daerah-daerah lain melakukan hal yang sama dengan Surabaya dan Jawa Timur mungkin memberikan kasus yang sama, memberikan fonemena gambaran yang sama," katanya.
Lalu, Prof Nidom mengaku khawatir nantinya akan terjadi fenomena gunung es.
"Seperti yang Pak Wagub (Emil Dardak) bilang bahwa sebetulnya covid-19 ini kan masih kita khawatirkan terjadi gunung es."
"Sehingga semakin besar pengujian kita, kemudian semakin nampak berapa banyak jumlah yang positif di lapangan," ungkap Nidom.
Gunung es bisa terjadi karena ada penumpukan pengujian.
"Yang ketiga validitas pengujian. Jadi dikatakan oleh Pak Wagub terjadi penumpukan pengujian, sementara itu membutuhkan kecepatan di dalam hasil diagnosis," ujar dia.
Selain itu, adanya kemungkinan tenaga lab terkena virus Corona sehingga memengaruhi hasil data.
"Apalagi lab ini di-suspend karena diduga ada tenaga lab yang terinfeksi. Nah ini kan juga memengaruhi hasil apakah terjadi kontaminasi dalam pengujian-pengujiannya. Karena yang menguji positif terinfeksi, nah ini kita perlu komprehensif melihat data," ujar dia.
Sehingga, terkait tingginya virus Corona di Jatim itu, menurut Nidom, memang karena banyak faktor.
"Bukan sekedar tingginya data positif di Surabaya maupun Jawa Timur," sambungnya
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul UPDATE Virus Corona Hari ini 3 Juni, Surabaya Zona Hitam, Begini Penjelasan Khofifah dan Risma